Translate

Powered by Blogger.

About Me

My Photo
Biografi ‘Ubur-ubur’: Cewek cuek yang hobi keluyuran dan susah dicari karena suka menghilang seenaknya.Sering banget diomelin teman,sahabat, en ortu karena hobinya yang menurut mereka riskan. Seorang kuli (karena blom jadi bos) yang terkadang menulis tentang cerita perjalanannya hanya karena dia pelupa dan takut memori di otaknya sudah full. Baginya jika buku adalah jendela dunia maka perjalanan adalah pintu dunia.
 

Friday, February 6, 2015

Balada Mencari Bukit Sidengkeng di Telaga Warna Dieng (Jalan-jalan Naik Motor Sendirian ke Dieng Part 1)

4 comments

Sebenarnya mengunjungi dataran tinggi Dieng sudah saya rencanakan sejak dulu, sejak saya masi tinggal di pulau Jawa. Tapi lucunya bertahun-tahun tinggal disana kok ya ga terlaksana, malah baru terlaksana setelah saya tinggal di luar pulau Jawa, lah kan tambah jauh ya, tambah biaya gede. Bodo amat lah ya, yang penting terlaksana, dicoret dari destinasi yang belum dikunjungi. Mumpung saya lagi dalam rangka trip solo keliling jawa naik motor, pan jadi lebih hemat keliling Dieng nya kaga pake sewa motor lagi, karena ternyata ngunjungi lokasi wisata satu dengan yang lainnya di area wisata itu lumayan jauh kalo jalan kaki pemirsa.

Telaga Warna dari bukit sidengkeng

Pengalaman saya ke dataran tinggi dieng ga bisa dibilang mulus-mulus aja, karena musim penghujan, jadi hujan lah berkali-kali dengan derasnya ketika saya berada disana. Belum lagi dieng yang terkenal dengan kabutnya itu, ketika kabutnya turun dan membuat semua pandangan jadi gelap, sempurnalah saya kedinginan disana. Suer deh, dingin disana. Bahkan di wonosobo pun uda kerasa dinginnya. Parahnya waktu saya berada disana, bersamaan dengan musibah longsor di Banjarnegara yang memakan korban cukup banyak itu, lokasinya hanya 1 jam dari dieng. Awalnya saya berencana mengunjungi lokasi longsor itu yang katanya sangat parah, tapi karena hujan berkali-kali dan seringnya longsor di daerah ini, saya urung. Dari wonosobo ke arah dieng aja, longsor dimana-mana. Ya gimana ga longsor, tu bukit pada gundul semua jadi ladang kentang.

Sejauh mata memandang yaaa ladang kentang

omm, kalo aku bantuin bisa gratis kentang gaaa??

numpang narsis yee tp kok gendut

Teringat akan omongan teman saya yang tinggal di wonosobo, dia bilang musim hujan gini dia aja ga berani naik ke dieng, longsornya dimana-mana. Tapi yaaaa berhubung saya sudah jauh-jauh sampe sana yak, berserah diri aja ma Tuhan dan hati-hati, hehe.

Waktu berangkat dari wonosobo ke dieng cuacanya cerah, masi jam 7 pagi. Setelah sarapan makanan khas wonosobo *yang saya lupa namanya, pake tempe kemul yang aduhai enaknya, saya berangkat ke arah dieng. Beruntung rumah teman saya ini searah ke arah dieng, dan punya pemandangan spektakuler dikelilingi beberapa gunung, yang berarti lumayan dingin pula. Iya saya memilih menginap di rumah teman di wonosobo ketimbang menginap di dieng. Ga tau kenapa, saya ogah nginap disana meskipun katanya murah. Mungkin karena saya malas tidur berdingin2 ria disana, atau milih aman tinggal di kota yang aksesnya lebih mudah untuk ngelanjutin trip (nah klo misalnya tiba-tiba akses jalan di dieng ditutup gara-gara longsor pan ribet), atau juga gue trauma nginep di penginapan sendirian, huwakkkk *punya 2x pengalaman buruk, suda cukup buat saya ga mau nambah lagi.

Sarapan ala Wonoso yang nendang enyaknya


Pemandangan yang indah membuat saya sering berhenti untuk foto-foto, dan mengendarai motor lebih lambat. Memang enak kalo ngetrip kesini bawa motor sendiri, ga perlu nyewa, bisa berhenti sesuka-suka, cuma ga enaknya kalo pas ujan aja *ga usa ditanya berapa kali saya keujanan naik motor di trip keliling jawa ini. Dan…ternyata-oh ternyata banyak jalur di dieng yang sudah ketutupan longsor, jadi jalannya ngantri, karena separuh badan jalan uda ga bisa dilewati. Enaknya lagi naik motor, bisa nyalip dan bisa lewati rintangan itu lebih cepat. Tapi meskipun aku pergi sepagi itupun, setengah jam kemudian matahari suda mulai ketutupan awan aja dong, mulai mendung lagi, ditambah kabut pula, pemandangan yang spetakuler itu sukses terhalang. Tapi begitu angin berhembus yaaa kabutnya ilang lagi, gitu aja terus sepanjang perjalanan ke dieng.

Setelah 1 jam akhirnya sukses juga sampe kawasan dieng, beruntung belum ujan, meskipun cuaca waktu itu mendung cerah mendung. Karena suda browsing sebelumnya, ada beberapa spot utama yang ingin saya datangi, yaitu telaga warna, kawah sikidang, dan candi arjuna. Kalo spot yang lain liat gimana nanti, karena sepertinya cuaca ga mendukung. Lagipula belakangan saya baru tau kalo mau ke spot-spot itu harganya beda-beda karena masing-masing ada pos loketnya, jadi ga sekaligus 1 tiket untuk semua spot wisata. Meskipun ada yang bilang ada tiket terusan, saya ga nemu tiket terusan itu, cm ada tiket terusan kawah sikidang dan candi arjuna. Selain itu, tiap pos ada penjaga parkir boookkk, tiap sekali parkir bisa kena 2ribu, ada juga yang 3ribu, bayangin aja klo mau datangin 5 spot, harus sedia duit parkir 10-15ribu! Taelah. 

Spot pertama yang saya datangi adalah telaga warna. Dari foto yang saya lihat di internet si cakep, diambil dari sebuah bukit. Nahhh tujuan utama saya adalah naik ke bukit itu, yang setelah saya cek di map wisata namanya bukit Sidengkeng. Dan ternyata sodarah sodarah ga mudah nemu tu bukit, lebih tepatnya ga mudah nemu jalan ke atas bukit entu buat orang yang belum pernah kesana. Parahnya waktu saya kesana, pengunjungnya ga banyak dan itupun ga ada satu pengunjung pun yang mau capek-capek ke bukit ituuuuuu. Untuk menuju ke bukit itu seorang diri, drama banget deh ceritanya, ato malah horor.

Peta wisata setelah loket masuk


Aku yang aslinya penakut ini, lebih takut ma makhluk halus daripada manusia yang bawa golok, ngotot aja gitu pegimane caranya naik ke atas tu bukit seorang diri. Rasa penasaran gue jauh lebih gede daripada rasa takut. Uda nemu lokasi bukitnya dari map wisata, tapi loh jalannya lewat manaaaaa. Aku uda coba ngikutin jalan setapak dan arah untuk naik ke bukit itu, tapi kok ditutup tembok beton. Akhirnya ku ikutin lah jalan setapak kecil yang ujung-ujungna buntu, padahal ngikutin jalan setapak kecil ini muterin pinggiran telaga yang di tutupi pohon-pohon tinggi dan rerimbunan semak-semak daaaannnnnn seorang diri, ga da pengunjung lain! Agak-agak lucu seram kalo inget perjalanan ini, berulang kali aku naik turun ngikutin jalan setapak, ngelawan rimbunan semak demi nemu jalan tuk ke bukit itu, hingga akhirnya aku menyadari kalo….lokasi ini menyeramkaaaaaannn. 

Cuma ada suara angin, burung sesekali, kemudian sunyi senyap. Terus dihadapan gue terhampar telaga warna yang tenaaaanggg banget. Sangking tenang dan sunyi nya kok jadi serem banget. Belum lagi mendung, belum lagi pohon-pohon tinggi ini yang membuat suasana makin gelap. Duh gustiiii seandainya ada jin telaga yang naksir gue pan ga ada yang tau kalo gue ilang disitu.

serem kan ya


Akhirnya dengan setengah berlari aku turun ke jalan utama tepat di pinggir telaga. Berulang kali aku menengok kanan dan kiri, berfikir keras apa sebaiknya aku kembali saja atau tetap meneruskan perjuangan mencari jalan ke bukit itu. Beberapa kali badanku menghadap ke arah yang berlawanan, ke arah pulang atau lanjut jalan, beberapa langkah ke arah kembali aku berhenti dan menengok lagi ke arah sebaliknya. Mungkin kalo ada jin yang merhatiin gue, bakal bilang “nih bocah konyol amat sih sebenarnya mau kemana”.

Jujur aja diam berfikir disitu pun menakutkan, seolah-olah punggungku terasa diperhatikan. Tapi tiba-tiba aku mendengar suara wanita berteriak di ujung jalan. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti arah suara itu, berharap ada pengunjung lain di ujung jalan sana, mungkin di ujung jalan sana adalah jalan menuju bukit sidengkeng yang ku cari. Paling tidak kita bisa berpapasan jalan, dan aku bisa bertanya jalannya. Tak lama kemudian jalan setapak ini melewati area yang seperti kawah, ada beberapa spot yang sepeti mengeluarkan asap dan gas belerang, dan sedikit blukutuk-blukutuk. 

Awalnya aku ragu melewatinya, aman gak ya, lah wong ga da jalan lain, jalan setapak yang mau kulewatin ada di seberangnya. Akhirnya ku lewatin aja pelan-pelan, takut tiba-tiba tu kawah ambruk jadi lumpur idup. Uda gitu tepat disisi kawah itu ada longsoran yang lumayan mengerikan dari bukit sidengkeng. Sempet tebersit pikiran, apa mungkin jalan menuju ke bukit itu lewat longsoran ini, ah tambah ngaco deh.

longsooorrr dimana manaaaa


Akhirnya aku lewati kawah kecil itu dengan selamat, belakangan ku ketahui itu namanya kawah Sikendang haha. Setelah menyeberang dari kawah itu, aku masi mendengar suara itu diujung jalan, entah kenapa perempuan itu harus ngomong teriak-teriak dan entah kenapa semakin aku berjalan rasanya semakin menyeramkan. Aku cuma mendengar langkah kaki ku di tanah yang becek, juga dengar nafasku sendiri yang terengah-engah. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menengok ke belakang, kanan ataupun kiri, punggungku terasa berat, seperti diawasi atau diikuti. Aku berusaha mengusir semua pikiran buruk dan ketakutanku, menganggap ini semua cuma kekhawatiranku belaka. Semakin jauh aku berjalan, rasanya semakin lama sampai di ujung jalan, rasanya jalan setapak ini semakin jauh aja. 

Dan anehnya, kenapa aku tidak berpapasan dengan seorangpun, bahkan suara wanita yang kudengar itu suda menghilang. Aku berjalan semakin cepat, menyadari bahwa aku ga mungkin pilih kembali karena suda cukup jauh. Ga ada pilihan lain selain tetap lewatin jalan ini hingga di ujung jalan. Sempat kulirik telaga disisi kananku yang tetap tenang dan menyeramkan. Tiba-tiba suara burung mengagetkanku, dan ku sadari meskipun aku tidak menoleh ke ke kiri, aku melihat sesuatu berwarna putih di atas pohon, entah kain, entah burung, entah apa. Kuputuskan untuk tidak menoleh sambil menahan lajunya degup jantung dan terus berjalan setengah berlari. Hingga akhirnya…..

Sampailah aku diujung jalan itu.

"Pak plang arah saya mau tanya, arah ke bukit sidengkeng lewat mana yak?" *frustasi ga ketemu orang yg bisa ditanyain


Tuh kan jadi drama horror kan ya ceritanya.

Sampai diujung jalan aku melihat plang arah lokasi wisata dan….arah plang ke bukit sidengkeng adalah searah dengan telaga warna yang berarti melewati jalan setapak yang kulewati tadi! What!! Ogah, gue ga mau lagi lewatin jalan itu. Pokoknya gimana caranya aku harus melewati jalan lain, meskipun harus muter jauuuuhhhh. Stelah memperhatikan plang arah lokasi wisata, masi banyak lokasi wisata di sekitar telaga warna, tapi kebanyakan adalah gua dan itupun rutenya muterin telaga pengilon pula. Waktu ku lirik sekilas, ohhhh tidaaakk, rutenya lebih jauh dan menyeramkan. Dan di saat seperti itulah ku liat seorang petani mengendarai motor di jalan berlumpur yang menanjak. Ah ku ikuti dia aja, paling gak, aku ga ngelewati jalan setapak tadi lagi.

Dan ternyata feelingku benar, jalan menanjak itu ke arah bukit singkedeng, meskipun sebenarnya itu bukan jalan yang umum dilewati turis, karena itu adalah jalannya para petani. Jadi yaaaaa jalannya ga jelas gitu deh, aku harus lewatin ladang-ladang petani yang juntrungannya ga tau kemana haha. Beruntung ketemu beberapa petani di ladang-ladang itu, mungkin mereka juga heran kenapa gue bisa nyangsang sampe situ, sumpah jalannya ga bangeeett, mulai dari berlumpur, injek-injek ladang, sampe sempit-sempitan nerobos ilalang yang basah itu. Taelaaaa perjuangan banget deh.

woiiii om taniii tunggguuu, arah ke bukit sidengkeng lewat mana yaaaa


Tapi gue ga peduli, ketemu manusia lain aja gue uda seneng kok haha. Terus setelah tanya arah ke bukit sidengkeng yang bener, aku sempet poto-poto di sekitar ladang, dan beberapa tanaman ladang. Selain kentang, aku nemu cabe terong kalo kata petani lumajang, tapi petani dieng disitu nyebutnya cabe bandung, karena katanya asalnya dari sana. Aku nemu tanaman cabe ini selalu di dataran tinggi, tapi kata petani yang kutemui di dataran tinggi lumajang, tu cabe bisa di tanam di dataran rendah juga kok. Jadi ku bawa aja cabenya terus ku berikan ke ibunya teman baikku di Jombang waktu aku mampir, semoga aja beneran tumbuh.  Cabe nya unyu-unyu gitu deh, semok, lebih gede daripada cabe biasa, rasanya segar, yang hijau lebih pedas kalo yang merah lebih manis. Modelnya sih kayak peranakan paprika ma cabe rawit, jadi bisa dibayangkan deh rasanya.

cabe terong aka cabe bandung aka cabe semok aka cabe blasteran paprika ma cabe rawit


Terus aku juga ketemu pohon carica. Kalo tanaman ini aslinya tanaman kawasan dieng. Bentuknya mirip kayak pepaya gitu deh, pohonnya juga. Awalnya si kupikir tu buah bisa langsung dimakan kayak pepaya, tapi ternyata harus dimasak dulu sodarah sodarah, karena getahnya katanya jahat. Jadi biasanya buah ini dibuat jadi manisan atau sirup dalam kemasan, yang dijadikan oleh-oleh khas Dieng. Tapi justru yang satu ini ga sempet ku cicipin, gara-gara makan mie ongklok yang super mahal di kawasan dieng, huh!

pohon dan buah carica khas dieng *bukan pepaya loh yaa


Ternyata Tuhan berbaik hati padaku, tepat ketika aku berada di view spot bukit sidengkeng, matahari muncul dibalik awan. Ahhh indahnya. Jangan dikira view spot di bukit ini uda di pugar, cuma tanah biasa yang dikelilingi ilalang dan ladang. Malah karena tadi nyasar-nyasar ke bukit ini, nemu view spot lain di tengah ladang huwakkkk *maaf pak tani. Kemudian, setelah puas poto-poto *tanpa selfie, aku turun ke bawah, lewati jalan setapak lain *yang sedari tadi aku cari ga nemu-nemu. Meskipun suda nemu jalan setapak yang bener nih ceritanya, ternyata sama seremnya! Emang ga ngelewatin persis di pinggir telaga lagi dan jalannya ga sejauh yang tadi, tapi lewatin kayak hutan kecil dengan rerimbunan ilalang dan pohon tinggi. Jalannya juga sama, cuma jalan tanah setapak gitu, meskipun nanti agak kebawah nemu jalan pavingan, tapi yaaahhh cuma berapa meter doang. Jalannya masih serem? Masih!*bayangin aja dikau cewek sendirian jalan-jalan dihutan.

view lain dari bukit sidengkeng
nyasar ke ladang

telaga warna dari ladang
edisi galau, ini bener ga si jalannya *meragukan


Begitu aku sampe di jalan yang berpaving, bahagia dong *setelah beberapa belas menit sebelumnya berusaha ngediemin jantung yang deg-degan ga karuan gegara takut. Tapi kok loh…kok disono ada pintu yang tembus jalan raya, ini jalan nembus kemanee see. Gue pikir ni jalan langsung nembus ke arah loket pintu masuk telaga warna, lah ini kok, nembus pintu yang langsung ke jalan raya, ga pake loket-loketan. Bisa aja si gue langsung keluar lewat pintu itu trus nyari tempat parkir, tapi pan aku masi mo poto2 telaga warna de el el .

"len, lu berani lewat situ sendiri?", lenny => kagak *tanya sendiri jawab sendiri


Setelah memandang sekeliling, lirik kanan lirik kiri, ternyata jalan setapak utama yang kearah loket tadi ada di sebelah kiri jalan paving ini, tapi sengaja di tutupin pagar sama tanaman yang agak tinggi. Yang secara langsung mengisayaratkan “DILARANG LEWAT SINI MBAK ALIAS DILARANG NEROBOS”. Hiiihhh gemes deh, woiii aku kan mo balik ke jalan yang tadiiiii. Mo teriak-teriak gila juga ga bakal da yang denger, la wong daku daritadi sendirian, ga da manusia sebijipun yang ku temui sejak nyangsang di jalan paving ini.

bunga *apa ya namanya lupa, kesian sendirian dihutan kek gue haha


Jadi…akhirnya….ceritanya…dengan gemesnya…ku terabas aja celah-celah pager en tanaman tinggi itu. Perjuangan bok terabas-terabas begitu, celahnya kan kecil, meskipun bodi gw langsing, tetep aja susah dilewatin, uda gitu pake acara nerabas taneman-taneman itu yang basah. Untung aja ga ada lintah ato binatang-binatang aneh yang nempel di baju gue. Dah kayak adegan mo maling ayam deh. Dan setelah sukses nerabas pager en ilalang, baju gue juga sukses basaah. Tapi ga sempet dah nggeremeng lama-lama gegara baju basah, karena gue langsung nyadar, ini kan jalan serem tadi yang gue lewatin waktu cari jalan ke bukit! Oalah gustiiii, langsung deh gue ngibrit kabur jalan secepat kilat menuju ke loket pintu masuk. Pas lagi cepet-cepet jalan pan ngelewatin 2 bangunan kosong yang ga jelas fungsinya, nah di sebelahnya itu ada pintu terbuka, berhentilah langkahku, penasaran #huwakkkk uda penakut masi ajaaaa penasaran. Pan dah kubilang rasa penasaranku lebih gede dari rasa takut.

Jadiii beloklah aku ke arah pintu itu. Dan ternyata….itu pintu tembusan ke jalan paving yang tadi, yang bisa nembus langsung ke jalan raya. Lahhhh terus ngapain gue tadi harus rempong blasak-blasak pager en tanaman yang bikin baju gue lembab dah kayak maliiinggg!!! Arghhhhhh!! Kalo dalam tokoh karikatur gue langsung lemes melorot kayak kertas menerima kenyataan pahit itu. Langsung deh nyari kambing hitam “pintunya seeee, tersembunyi getooo jadi mana keliatan” ato “abis ga da penunjuk arahnya sih”. Hiks..mo cari kambing hitam sebanyak apapun ga bisa ngapus kenyataan drama gue nyari tu bukit, muterin setengah dari telaga ini, nerabas pager en semak-semak, jalan setengah lari kayak dikejar rentenir, blasak-blasak ke ladang yang dipupukin tai kambing, hu hu huuuu.  Terus ituuu ngapain yak tadi gue masuk lewat pintu loket, klo lewat pintu sebelah sini yang langsung nembus jalan raya pan ga perlu bayarrrr *dasar otak gratisan.

si pintu kemana saja eh salah pintu gratisan


Setelah selesai meratapi nasib, gue sadar harus balik ke jalan utama. Pan di lokasi ini ada banyak spot wisata selain telaga warna *ogah rugi uda bayar soalnya. Baru jalan beberapa langkah, ketemu sama rombongan muda mudi. Dalam hati => “taelaaa kenapa ga daritadi si gue ketemu manusia laen disini”. Karena masi dalam rangka meratapi adegan-adegan konyol gue yang seharusnya tidak perlu, jadi tampang gue yang lempeng gitu, menghadap lurus ke depan. Ku sadari si mereka memandangku dengan agak aneh, ya iyalaaahhh cewek caem jalan sendirian di sekitar telaga sunyi, muka lempeng. Kalo aku jadi mereka pasti sama mikirnya, ni hantu ato orang mo bunuh diri. Setelah berpapasan kudengar ada yang ngomong, “mba, sendirian aja”. Mo mastiin kali gue manusia pa bukan. Gue => pura-pura ga denger.




Setelah puas poto-poto di sekitar telaga, gue perhatiin lagi peta wisata yang dipampang gede-gede di sekitar telaga. Ada banyak spot wisata, tapi jauh-jauh en pastinya jalannya lebih serem. Lucunya aku kira kawah sikendang itu ya kawah sikidang, jadi gue sempet muter-muter nyariin tu kawah, sebelum akhirnya gue sadar, kalo mau ke kawah sikidang itu masi harus berkendara lagi dan lewatin loket yang berbeda, bayar lagi laaah. Malah waktu muter mo nyari tu kawah, gue nekat ngikutin tangga ke arah dieng theater. Tu tangga beton makin lama masuk ke dalam hutan yang lembab dan gelap. Ga Cuma pohonnya lumutan, tangganya pun lumutan jadi licin. Ketahuan jarang orang lewatin tempat itu. Sumpah deh penampakannya dah kayak film horror. Ok, drama ketakutan seperti tadi ga boleh terulang. Sebodo dah, gue tinggal kabur, balik ke jalan keluar deket loket masuk. Bebassssss. Motorrr, I’m comingggg.

tangga yang katanya nembus dieng theater

enaknya klo musim ujan, banyak bungaaaaa


Note : sebenarnya gue pengen liat spot rumput wlingi ato deergrass di area telaga pengilon, kayaknya cantik deh. Tapi pan sendirian serem gituuuuu *hiks, duka traveling sendirian.


4 comments:

Soura No Blue Sky said...

hahaha kocak mba keren

Soura No Blue Sky said...

hahaha kocak mba keren

Anonymous said...

wah keren solo traveling blusukan disemak2 hahaha


salam kenal

Prince said...

Seru bacanya mbak sis dan cerita yg infornatif jg

 

Followers