Sebenarnya mengunjungi dataran tinggi Dieng sudah saya rencanakan sejak dulu, sejak saya masi tinggal di pulau Jawa. Tapi lucunya bertahun-tahun tinggal disana kok ya ga terlaksana, malah baru terlaksana setelah saya tinggal di luar pulau Jawa, lah kan tambah jauh ya, tambah biaya gede. Bodo amat lah ya, yang penting terlaksana, dicoret dari destinasi yang belum dikunjungi. Mumpung saya lagi dalam rangka trip solo keliling jawa naik motor, pan jadi lebih hemat keliling Dieng nya kaga pake sewa motor lagi, karena ternyata ngunjungi lokasi wisata satu dengan yang lainnya di area wisata itu lumayan jauh kalo jalan kaki pemirsa.
Telaga Warna dari bukit sidengkeng |
Pengalaman saya ke dataran tinggi dieng ga bisa dibilang
mulus-mulus aja, karena musim penghujan, jadi hujan lah berkali-kali dengan
derasnya ketika saya berada disana. Belum lagi dieng yang terkenal dengan
kabutnya itu, ketika kabutnya turun dan membuat semua pandangan jadi gelap,
sempurnalah saya kedinginan disana. Suer deh, dingin disana. Bahkan di wonosobo
pun uda kerasa dinginnya. Parahnya waktu saya berada disana, bersamaan dengan
musibah longsor di Banjarnegara yang memakan korban cukup banyak itu, lokasinya
hanya 1 jam dari dieng. Awalnya saya berencana mengunjungi lokasi longsor itu
yang katanya sangat parah, tapi karena hujan berkali-kali dan seringnya longsor
di daerah ini, saya urung. Dari wonosobo ke arah dieng aja, longsor
dimana-mana. Ya gimana ga longsor, tu bukit pada gundul semua jadi ladang
kentang.
Sejauh mata memandang yaaa ladang kentang |
omm, kalo aku bantuin bisa gratis kentang gaaa?? |
numpang narsis yee tp kok gendut |
Teringat akan omongan teman saya yang tinggal di wonosobo,
dia bilang musim hujan gini dia aja ga berani naik ke dieng, longsornya
dimana-mana. Tapi yaaaa berhubung saya sudah jauh-jauh sampe sana yak, berserah
diri aja ma Tuhan dan hati-hati, hehe.
Waktu berangkat dari wonosobo ke dieng cuacanya cerah, masi
jam 7 pagi. Setelah sarapan makanan khas wonosobo *yang saya lupa namanya, pake
tempe kemul yang aduhai enaknya, saya berangkat ke arah dieng. Beruntung rumah
teman saya ini searah ke arah dieng, dan punya pemandangan spektakuler
dikelilingi beberapa gunung, yang berarti lumayan dingin pula. Iya saya memilih
menginap di rumah teman di wonosobo ketimbang menginap di dieng. Ga tau kenapa,
saya ogah nginap disana meskipun katanya murah. Mungkin karena saya malas tidur
berdingin2 ria disana, atau milih aman tinggal di kota yang aksesnya lebih
mudah untuk ngelanjutin trip (nah klo misalnya tiba-tiba akses jalan di dieng
ditutup gara-gara longsor pan ribet), atau juga gue trauma nginep di penginapan
sendirian, huwakkkk *punya 2x pengalaman buruk, suda cukup buat saya ga mau
nambah lagi.
Sarapan ala Wonoso yang nendang enyaknya |
Pemandangan yang indah membuat saya sering berhenti untuk
foto-foto, dan mengendarai motor lebih lambat. Memang enak kalo ngetrip kesini
bawa motor sendiri, ga perlu nyewa, bisa berhenti sesuka-suka, cuma ga enaknya
kalo pas ujan aja *ga usa ditanya berapa kali saya keujanan naik motor di trip
keliling jawa ini. Dan…ternyata-oh ternyata banyak jalur di dieng yang sudah
ketutupan longsor, jadi jalannya ngantri, karena separuh badan jalan uda ga
bisa dilewati. Enaknya lagi naik motor, bisa nyalip dan bisa lewati rintangan
itu lebih cepat. Tapi meskipun aku pergi sepagi itupun, setengah jam kemudian
matahari suda mulai ketutupan awan aja dong, mulai mendung lagi, ditambah kabut
pula, pemandangan yang spetakuler itu sukses terhalang. Tapi begitu angin
berhembus yaaa kabutnya ilang lagi, gitu aja terus sepanjang perjalanan ke
dieng.
Setelah 1 jam akhirnya sukses juga sampe kawasan dieng,
beruntung belum ujan, meskipun cuaca waktu itu mendung cerah mendung. Karena
suda browsing sebelumnya, ada beberapa spot utama yang ingin saya datangi,
yaitu telaga warna, kawah sikidang, dan candi arjuna. Kalo spot yang lain liat
gimana nanti, karena sepertinya cuaca ga mendukung. Lagipula belakangan saya
baru tau kalo mau ke spot-spot itu harganya beda-beda karena masing-masing ada
pos loketnya, jadi ga sekaligus 1 tiket untuk semua spot wisata. Meskipun ada
yang bilang ada tiket terusan, saya ga nemu tiket terusan itu, cm ada tiket
terusan kawah sikidang dan candi arjuna. Selain itu, tiap pos ada penjaga
parkir boookkk, tiap sekali parkir bisa kena 2ribu, ada juga yang 3ribu,
bayangin aja klo mau datangin 5 spot, harus sedia duit parkir 10-15ribu!
Taelah.
Spot pertama yang saya datangi adalah telaga warna. Dari
foto yang saya lihat di internet si cakep, diambil dari sebuah bukit. Nahhh
tujuan utama saya adalah naik ke bukit itu, yang setelah saya cek di map wisata
namanya bukit Sidengkeng. Dan ternyata sodarah sodarah ga mudah nemu tu bukit,
lebih tepatnya ga mudah nemu jalan ke atas bukit entu buat orang yang belum
pernah kesana. Parahnya waktu saya kesana, pengunjungnya ga banyak dan itupun
ga ada satu pengunjung pun yang mau capek-capek ke bukit ituuuuuu. Untuk menuju
ke bukit itu seorang diri, drama banget deh ceritanya, ato malah horor.
Peta wisata setelah loket masuk |
Aku yang aslinya penakut ini, lebih takut ma makhluk halus
daripada manusia yang bawa golok, ngotot aja gitu pegimane caranya naik ke atas
tu bukit seorang diri. Rasa penasaran gue jauh lebih gede daripada rasa takut.
Uda nemu lokasi bukitnya dari map wisata, tapi loh jalannya lewat manaaaaa. Aku
uda coba ngikutin jalan setapak dan arah untuk naik ke bukit itu, tapi kok
ditutup tembok beton. Akhirnya ku ikutin lah jalan setapak kecil yang
ujung-ujungna buntu, padahal ngikutin jalan setapak kecil ini muterin pinggiran
telaga yang di tutupi pohon-pohon tinggi dan rerimbunan semak-semak daaaannnnnn
seorang diri, ga da pengunjung lain! Agak-agak lucu seram kalo inget perjalanan
ini, berulang kali aku naik turun ngikutin jalan setapak, ngelawan rimbunan
semak demi nemu jalan tuk ke bukit itu, hingga akhirnya aku menyadari
kalo….lokasi ini menyeramkaaaaaannn.
Cuma ada suara angin, burung sesekali,
kemudian sunyi senyap. Terus dihadapan gue terhampar telaga warna yang
tenaaaanggg banget. Sangking tenang dan sunyi nya kok jadi serem banget. Belum
lagi mendung, belum lagi pohon-pohon tinggi ini yang membuat suasana makin
gelap. Duh gustiiii seandainya ada jin telaga yang naksir gue pan ga ada yang
tau kalo gue ilang disitu.
serem kan ya |
Akhirnya dengan setengah berlari aku turun ke jalan utama
tepat di pinggir telaga. Berulang kali aku menengok kanan dan kiri, berfikir
keras apa sebaiknya aku kembali saja atau tetap meneruskan perjuangan mencari
jalan ke bukit itu. Beberapa kali badanku menghadap ke arah yang berlawanan, ke
arah pulang atau lanjut jalan, beberapa langkah ke arah kembali aku berhenti
dan menengok lagi ke arah sebaliknya. Mungkin kalo ada jin yang merhatiin gue,
bakal bilang “nih bocah konyol amat sih sebenarnya mau kemana”.
Jujur aja diam berfikir disitu pun menakutkan, seolah-olah
punggungku terasa diperhatikan. Tapi tiba-tiba aku mendengar suara wanita
berteriak di ujung jalan. Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti arah suara
itu, berharap ada pengunjung lain di ujung jalan sana, mungkin di ujung jalan
sana adalah jalan menuju bukit sidengkeng yang ku cari. Paling tidak kita bisa
berpapasan jalan, dan aku bisa bertanya jalannya. Tak lama kemudian jalan
setapak ini melewati area yang seperti kawah, ada beberapa spot yang sepeti
mengeluarkan asap dan gas belerang, dan sedikit blukutuk-blukutuk.
Awalnya aku
ragu melewatinya, aman gak ya, lah wong ga da jalan lain, jalan setapak yang
mau kulewatin ada di seberangnya. Akhirnya ku lewatin aja pelan-pelan, takut
tiba-tiba tu kawah ambruk jadi lumpur idup. Uda gitu tepat disisi kawah itu ada
longsoran yang lumayan mengerikan dari bukit sidengkeng. Sempet tebersit
pikiran, apa mungkin jalan menuju ke bukit itu lewat longsoran ini, ah tambah
ngaco deh.
longsooorrr dimana manaaaa |
Akhirnya aku lewati kawah kecil itu dengan selamat,
belakangan ku ketahui itu namanya kawah Sikendang haha. Setelah menyeberang
dari kawah itu, aku masi mendengar suara itu diujung jalan, entah kenapa
perempuan itu harus ngomong teriak-teriak dan entah kenapa semakin aku berjalan
rasanya semakin menyeramkan. Aku cuma mendengar langkah kaki ku di tanah yang
becek, juga dengar nafasku sendiri yang terengah-engah. Aku berusaha sekuat
tenaga untuk tidak menengok ke belakang, kanan ataupun kiri, punggungku terasa
berat, seperti diawasi atau diikuti. Aku berusaha mengusir semua pikiran buruk
dan ketakutanku, menganggap ini semua cuma kekhawatiranku belaka. Semakin jauh
aku berjalan, rasanya semakin lama sampai di ujung jalan, rasanya jalan setapak
ini semakin jauh aja.
Dan anehnya, kenapa aku tidak berpapasan dengan
seorangpun, bahkan suara wanita yang kudengar itu suda menghilang. Aku berjalan
semakin cepat, menyadari bahwa aku ga mungkin pilih kembali karena suda cukup
jauh. Ga ada pilihan lain selain tetap lewatin jalan ini hingga di ujung jalan.
Sempat kulirik telaga disisi kananku yang tetap tenang dan menyeramkan.
Tiba-tiba suara burung mengagetkanku, dan ku sadari meskipun aku tidak menoleh
ke ke kiri, aku melihat sesuatu berwarna putih di atas pohon, entah kain, entah
burung, entah apa. Kuputuskan untuk tidak menoleh sambil menahan lajunya degup
jantung dan terus berjalan setengah berlari. Hingga akhirnya…..
Sampailah aku diujung jalan itu.
"Pak plang arah saya mau tanya, arah ke bukit sidengkeng lewat mana yak?" *frustasi ga ketemu orang yg bisa ditanyain |
Tuh kan jadi drama horror kan ya ceritanya.
Sampai diujung jalan aku melihat plang arah lokasi wisata
dan….arah plang ke bukit sidengkeng adalah searah dengan telaga warna yang
berarti melewati jalan setapak yang kulewati tadi! What!! Ogah, gue ga mau lagi
lewatin jalan itu. Pokoknya gimana caranya aku harus melewati jalan lain,
meskipun harus muter jauuuuhhhh. Stelah memperhatikan plang arah lokasi wisata,
masi banyak lokasi wisata di sekitar telaga warna, tapi kebanyakan adalah gua
dan itupun rutenya muterin telaga pengilon pula. Waktu ku lirik sekilas, ohhhh
tidaaakk, rutenya lebih jauh dan menyeramkan. Dan di saat seperti itulah ku
liat seorang petani mengendarai motor di jalan berlumpur yang menanjak. Ah ku
ikuti dia aja, paling gak, aku ga ngelewati jalan setapak tadi lagi.
Dan ternyata feelingku benar, jalan menanjak itu ke arah
bukit singkedeng, meskipun sebenarnya itu bukan jalan yang umum dilewati turis,
karena itu adalah jalannya para petani. Jadi yaaaaa jalannya ga jelas gitu deh,
aku harus lewatin ladang-ladang petani yang juntrungannya ga tau kemana haha.
Beruntung ketemu beberapa petani di ladang-ladang itu, mungkin mereka juga
heran kenapa gue bisa nyangsang sampe situ, sumpah jalannya ga bangeeett, mulai
dari berlumpur, injek-injek ladang, sampe sempit-sempitan nerobos ilalang yang
basah itu. Taelaaaa perjuangan banget deh.
woiiii om taniii tunggguuu, arah ke bukit sidengkeng lewat mana yaaaa |
Tapi gue ga peduli, ketemu manusia lain aja gue uda seneng
kok haha. Terus setelah tanya arah ke bukit sidengkeng yang bener, aku sempet
poto-poto di sekitar ladang, dan beberapa tanaman ladang. Selain kentang, aku
nemu cabe terong kalo kata petani lumajang, tapi petani dieng disitu nyebutnya
cabe bandung, karena katanya asalnya dari sana. Aku nemu tanaman cabe ini
selalu di dataran tinggi, tapi kata petani yang kutemui di dataran tinggi
lumajang, tu cabe bisa di tanam di dataran rendah juga kok. Jadi ku bawa aja cabenya
terus ku berikan ke ibunya teman baikku di Jombang waktu aku mampir, semoga aja
beneran tumbuh. Cabe nya unyu-unyu gitu
deh, semok, lebih gede daripada cabe biasa, rasanya segar, yang hijau lebih
pedas kalo yang merah lebih manis. Modelnya sih kayak peranakan paprika ma cabe
rawit, jadi bisa dibayangkan deh rasanya.
cabe terong aka cabe bandung aka cabe semok aka cabe blasteran paprika ma cabe rawit |
Terus aku juga ketemu pohon carica. Kalo tanaman ini aslinya
tanaman kawasan dieng. Bentuknya mirip kayak pepaya gitu deh, pohonnya juga.
Awalnya si kupikir tu buah bisa langsung dimakan kayak pepaya, tapi ternyata
harus dimasak dulu sodarah sodarah, karena getahnya katanya jahat. Jadi
biasanya buah ini dibuat jadi manisan atau sirup dalam kemasan, yang dijadikan
oleh-oleh khas Dieng. Tapi justru yang satu ini ga sempet ku cicipin, gara-gara
makan mie ongklok yang super mahal di kawasan dieng, huh!
pohon dan buah carica khas dieng *bukan pepaya loh yaa |
Ternyata Tuhan berbaik hati padaku, tepat ketika aku berada
di view spot bukit sidengkeng, matahari muncul dibalik awan. Ahhh indahnya.
Jangan dikira view spot di bukit ini uda di pugar, cuma tanah biasa yang
dikelilingi ilalang dan ladang. Malah karena tadi nyasar-nyasar ke bukit ini,
nemu view spot lain di tengah ladang huwakkkk *maaf pak tani. Kemudian, setelah
puas poto-poto *tanpa selfie, aku turun ke bawah, lewati jalan setapak lain
*yang sedari tadi aku cari ga nemu-nemu. Meskipun suda nemu jalan setapak yang
bener nih ceritanya, ternyata sama seremnya! Emang ga ngelewatin persis di
pinggir telaga lagi dan jalannya ga sejauh yang tadi, tapi lewatin kayak hutan
kecil dengan rerimbunan ilalang dan pohon tinggi. Jalannya juga sama, cuma
jalan tanah setapak gitu, meskipun nanti agak kebawah nemu jalan pavingan, tapi
yaaahhh cuma berapa meter doang. Jalannya masih serem? Masih!*bayangin aja
dikau cewek sendirian jalan-jalan dihutan.
view lain dari bukit sidengkeng |
nyasar ke ladang |
telaga warna dari ladang |
edisi galau, ini bener ga si jalannya *meragukan |
Begitu aku sampe di jalan yang berpaving, bahagia dong
*setelah beberapa belas menit sebelumnya berusaha ngediemin jantung yang deg-degan
ga karuan gegara takut. Tapi kok loh…kok disono ada pintu yang tembus jalan
raya, ini jalan nembus kemanee see. Gue pikir ni jalan langsung nembus ke arah
loket pintu masuk telaga warna, lah ini kok, nembus pintu yang langsung ke
jalan raya, ga pake loket-loketan. Bisa aja si gue langsung keluar lewat pintu
itu trus nyari tempat parkir, tapi pan aku masi mo poto2 telaga warna de el el .
"len, lu berani lewat situ sendiri?", lenny => kagak *tanya sendiri jawab sendiri |
Setelah memandang sekeliling, lirik kanan lirik kiri,
ternyata jalan setapak utama yang kearah loket tadi ada di sebelah kiri jalan
paving ini, tapi sengaja di tutupin pagar sama tanaman yang agak tinggi. Yang
secara langsung mengisayaratkan “DILARANG LEWAT SINI MBAK ALIAS DILARANG NEROBOS”.
Hiiihhh gemes deh, woiii aku kan mo balik ke jalan yang tadiiiii. Mo
teriak-teriak gila juga ga bakal da yang denger, la wong daku daritadi
sendirian, ga da manusia sebijipun yang ku temui sejak nyangsang di jalan paving
ini.
bunga *apa ya namanya lupa, kesian sendirian dihutan kek gue haha |
Jadi…akhirnya….ceritanya…dengan gemesnya…ku terabas aja
celah-celah pager en tanaman tinggi itu. Perjuangan bok terabas-terabas begitu,
celahnya kan kecil, meskipun bodi gw langsing, tetep aja susah dilewatin, uda
gitu pake acara nerabas taneman-taneman itu yang basah. Untung aja ga ada
lintah ato binatang-binatang aneh yang nempel di baju gue. Dah kayak adegan mo
maling ayam deh. Dan setelah sukses nerabas pager en ilalang, baju gue juga
sukses basaah. Tapi ga sempet dah nggeremeng lama-lama gegara baju basah,
karena gue langsung nyadar, ini kan jalan serem tadi yang gue lewatin waktu
cari jalan ke bukit! Oalah gustiiii, langsung deh gue ngibrit kabur jalan
secepat kilat menuju ke loket pintu masuk. Pas lagi cepet-cepet jalan pan
ngelewatin 2 bangunan kosong yang ga jelas fungsinya, nah di sebelahnya itu ada
pintu terbuka, berhentilah langkahku, penasaran #huwakkkk uda penakut masi
ajaaaa penasaran. Pan dah kubilang rasa penasaranku lebih gede dari rasa takut.
Jadiii beloklah aku ke arah pintu itu. Dan ternyata….itu
pintu tembusan ke jalan paving yang tadi, yang bisa nembus langsung ke jalan
raya. Lahhhh terus ngapain gue tadi harus rempong blasak-blasak pager en
tanaman yang bikin baju gue lembab dah kayak maliiinggg!!! Arghhhhhh!! Kalo
dalam tokoh karikatur gue langsung lemes melorot kayak kertas menerima
kenyataan pahit itu. Langsung deh nyari kambing hitam “pintunya seeee,
tersembunyi getooo jadi mana keliatan” ato “abis ga da penunjuk arahnya sih”.
Hiks..mo cari kambing hitam sebanyak apapun ga bisa ngapus kenyataan drama gue
nyari tu bukit, muterin setengah dari telaga ini, nerabas pager en semak-semak,
jalan setengah lari kayak dikejar rentenir, blasak-blasak ke ladang yang
dipupukin tai kambing, hu hu huuuu.
Terus ituuu ngapain yak tadi gue masuk lewat pintu loket, klo lewat
pintu sebelah sini yang langsung nembus jalan raya pan ga perlu bayarrrr *dasar
otak gratisan.
si pintu kemana saja eh salah pintu gratisan |
Setelah selesai meratapi nasib, gue sadar harus balik ke
jalan utama. Pan di lokasi ini ada banyak spot wisata selain telaga warna *ogah
rugi uda bayar soalnya. Baru jalan beberapa langkah, ketemu sama rombongan muda
mudi. Dalam hati => “taelaaa kenapa ga daritadi si gue ketemu manusia laen
disini”. Karena masi dalam rangka meratapi adegan-adegan konyol gue yang
seharusnya tidak perlu, jadi tampang gue yang lempeng gitu, menghadap lurus ke
depan. Ku sadari si mereka memandangku dengan agak aneh, ya iyalaaahhh cewek
caem jalan sendirian di sekitar telaga sunyi, muka lempeng. Kalo aku jadi
mereka pasti sama mikirnya, ni hantu ato orang mo bunuh diri. Setelah
berpapasan kudengar ada yang ngomong, “mba, sendirian aja”. Mo mastiin kali gue
manusia pa bukan. Gue => pura-pura ga denger.
Setelah puas poto-poto di sekitar telaga, gue perhatiin lagi
peta wisata yang dipampang gede-gede di sekitar telaga. Ada banyak spot wisata,
tapi jauh-jauh en pastinya jalannya lebih serem. Lucunya aku kira kawah
sikendang itu ya kawah sikidang, jadi gue sempet muter-muter nyariin tu kawah,
sebelum akhirnya gue sadar, kalo mau ke kawah sikidang itu masi harus
berkendara lagi dan lewatin loket yang berbeda, bayar lagi laaah. Malah waktu
muter mo nyari tu kawah, gue nekat ngikutin tangga ke arah dieng theater. Tu
tangga beton makin lama masuk ke dalam hutan yang lembab dan gelap. Ga Cuma
pohonnya lumutan, tangganya pun lumutan jadi licin. Ketahuan jarang orang
lewatin tempat itu. Sumpah deh penampakannya dah kayak film horror. Ok, drama
ketakutan seperti tadi ga boleh terulang. Sebodo dah, gue tinggal kabur, balik
ke jalan keluar deket loket masuk. Bebassssss. Motorrr, I’m comingggg.
tangga yang katanya nembus dieng theater |
enaknya klo musim ujan, banyak bungaaaaa |
Note : sebenarnya gue pengen liat spot rumput wlingi ato
deergrass di area telaga pengilon, kayaknya cantik deh. Tapi pan sendirian
serem gituuuuu *hiks, duka traveling sendirian.
4 comments:
hahaha kocak mba keren
hahaha kocak mba keren
wah keren solo traveling blusukan disemak2 hahaha
salam kenal
Seru bacanya mbak sis dan cerita yg infornatif jg
Post a Comment