Translate

Powered by Blogger.

About Me

My Photo
Biografi ‘Ubur-ubur’: Cewek cuek yang hobi keluyuran dan susah dicari karena suka menghilang seenaknya.Sering banget diomelin teman,sahabat, en ortu karena hobinya yang menurut mereka riskan. Seorang kuli (karena blom jadi bos) yang terkadang menulis tentang cerita perjalanannya hanya karena dia pelupa dan takut memori di otaknya sudah full. Baginya jika buku adalah jendela dunia maka perjalanan adalah pintu dunia.
 

Friday, November 1, 2013

Victoria Park, TKW, Indonesia

1 comments
Victoria Park, Hongkong (dok pribadi)

"Heehh mbabu nang ndi koe?"

Aku melongo waktu ditanya begitu sama seorang TKW berbodi mungil berlogat jawa medok di Victoria Park. Lalu bergumam tak mengerti, "mbabu..??"

Setelah beberapa detik otakku baru nyambung kalo aku disangka jadi TKW juga sama sperti mereka.
Ku timpali dengan sedikit bahasa Jawa yang ku ketahui, "Kenapa pake bahasa babu seeeeh, kerjo ngono loh".

Dia si berbadan mungil tak memperdulikan perkataanku malah bertanya lagi, "mbabu nang ndi kok?"

Ku jawab, "aku ga kerja disini"
Dia tanya, " Lah terus?"
Ku jelasin, "cuma jalan-jalan"
Ditanya lagi, "Terus temen-temennya mana?"
Ku jawab, "Cuma jalan sendiri"
Seraya takjub, "Ahhhh, mbojok koeeee"
Ku timpali,"Loh kok ga percaya"
Dia bilang, "ga mungkin melaku-melaku dewe"
Ku jawab, "Emangnya kenapa kalo jalan sendiri"
Dia timpali lagi, "Ya ga mungkin jalan-jalan sendiri kesini, emangnya ga nyasar"
Ku jawab, "Engga"

Terus masi penasaran dia tanya sambil mengulurkan tangannya, "Coba seh sapa namanya"
Ku jawab sambil menggenggam jabatan tangannya, "Lenny"
Dengan takjub dia berteriak, "Wooooo iyo eh ga mbabu de'e, tanganne alus ngene"

Aku masih terkaget-kaget dengan histeria gadis mungil itu. Begitu terkejutnya ia ketika mengetahui kalau aku ga 'mbabu' di hongkong tapi cuma jalan-jalan sendirian.

Sambil minta uang cilok enak 2 bungkus seharga 20 dolar hongkong yang dijualnya, dia masi tanya-tanya gimana caranya aku bisa nyampe hongkong sendiri tanpa pake agen tour. Dengan heran dia geleng-geleng sambil bergumam, "pasti kamu orang kaya ya"

Aku cuma tersenyum kecut.
Ogah-ogahan mau memperpanjang cerita gimana aku bisa nyampe hongkong tanpa harus jadi orang kaya.

Kemudian setelah memastikan kalau aku bukan 'babu', si cewek mungil penjual cilok ini minta ijin foto denganku, menggunakan handphonenya yang cukup canggih. Perawakannya yang kurus dengan rambut cepak membuatnya lebih mirip pria. suaranya lah yang membuatku yakin bahwa dia perempuan.

Berulang kali dia mengagumi foto yang barusan diambil itu sambil berujar ke mbak Ayu, TKW lain yang duduk sebangku di taman, "Ayune yo mbak iki".

Tak berapa lama pun dia pamit untuk mengambil cilok lagi di rumah majikannya yang katanya dekat taman ini. Mbak Ayu pun mencegahnya kabur, karena dia masih penasaran rumah majikannya dimana. Di sekeliling kita hanya gedung-gedung bertingkat, yang itu berarti hanya ada apartment dan flat-flat yang menjulang. Dan gadis mungil itu hanya menunjuk ke arah gedung-gedung sekitar taman, seolah hanya asal tunjuk.

Tapi gadis itu lebih gesit untuk melepaskan diri dari mbak ayu yang jauh lebih tinggi.

Setelah gadis itu kabur dengan penuh kemenangan, aku bertanya ke mbak Ayu, TKW asal Jawa Timur yang sudah bertahun-tahun tidak pulang,"Dia tinggal dimana mbak?"

Mbak Ayu malah berujar, "Itu dia. Dia bilang deket sini, tapi aku gak yakin."

Kutoleh kepalaku ke arah gedung yang sebelumnya gadis mungil itu tunjukkan, entah itu gedung flat atau apartment. Tapi sepengetahuanku, di Hongkong harga tanah sangat mahal. Bahkan artis terkenal pun belum tentu mampu beli tanah sendiri. Jadi, kebanyakan yang mampu mendatangkan dan memperkerjakan pengurus rumah tangga, adalah mereka yang sudah punya rumah di tanah sendiri. Penghuni apartment ataupun flat jarang memiliki pengurus rumah tangga yang gajinya cukup besar itu.

mba ayu

Hal itu juga diamini oleh mbak Ayu. Mba Ayu sendiri bekerja di sebuah rumah villa di pinggir pantai dengan pemandangan cantik. Majikannya adalah pengusaha sukses, oleh karena itu mampu beli tanah sendiri di Hongkong yang sempit ini.

Makanya mbak Ayu agak gak yakin ketika gadis mungil itu menunjukkan rumah majikannya diantara gedung-gedung itu. Entah dia TKI ilegal, atau memang majikannya tinggal diantara gedung-gedung itu.

Mbak Ayu bercerita, ada banyak TKW disini yang melarikan diri dari majikannya karena tidak suka terikat kerja, atau ketika kontrak kerja sudah habis mereka masih tetap ingin tinggal di Hongkong. Kebanyakan dari mereka lebih suka hidup disini karena lebih aman dan nyaman, penghasilan tinggi, dan lebih modern.

Kebanyakan orang-orang seperti itu bekerja dengan menjual makanan Indonesia, seperti jamu, cilok, nasi kuning, pecel, nasi campur dan lain lain. Biasanya dijual di taman Victoria ini, karena TKW Indonesia berkumpul disini.

Aku jadi teringat cilok yang kubeli per bungkus kecil seharga 10 dolar hongkong, kalo dirupiahin bisa nyampe 18 ribu. Malah aku beli 2 bungkus, sangking kangennya makan makananan Indonesia, setelah beberapa hari tidak punya pilihan lain selain makan fast food. Tapi kuakui, meskipun mahal rasanya sungguh lezat, bumbu kacang dan ciloknya yang masi hangat benar-benar menyatu. Bukan karena aku kelaparan, tapi memang buatannya enak.

Sejenak aku merasa bersyukur ada yang jualan makanan seperti itu disini, setidaknya dijamin halal.
Tapi seperti cerita mbak Ayu, karena orang-orang yang seperti ini pula, polisi sering melakukan razia, terutama di taman ini, merazia TKI-TKI bandel.

Pantasan aja, sewaktu tiba di Imigrasi Hongkong, pegawai imigrasi memandangku dengan tatapan yang menyelidik setelah menerima passportku. Dan menanyakan segala hal dengan detail mulai passport, tiket pulang, dan tempat tinggal. Bahkan dia minta aku menunjukkan semua tiket penerbangan yang kubawa untuk perjalanan ini sampai pulang.

Rupanya, dia khawatir aku menjadi TKI ilegal. Tapi cara tatapannya sungguh membuatku seperti kriminal. Dari negara-negara yang aku datangi, cuma di kantor Imigrasi ini aku merasa sebagai orang tertuduh. Bahkan untuk basa basi sapa menyapa saja tidak ada. Daripada bertanya dengan mulut, dia lebih suka membaca sendiri berkas-berkas perjalananku.

Memang memeriksa dokumen adalah tugas mereka. Menentukan mana yang boleh masuk, mana yang tidak untuk keamanan negara. Tapi bukan berarti lantas diselidik dengan tatapan yang sama sekali membuat tidak nyaman. Apalagi ketika kita tidak melakukan kesalahan apapun. Bukankah turis adalah tamu yang turut membantu menaikkan perekonomian negara yang dikunjungi. Atau apakah karena aku pemegang passport Indonesia, yang TKI-nya banyak yang bandel-bandel...

Victoria Park menjelang siang semakin ramai. Ada banyak sekali TKW yang juga duduk-duduk santai bercengkerama dengan TKW lain. Cukup aneh mengingat hari ini bukan hari libur. Kalo mbak Ayu memang sengaja minta ijin pada majikannya untuk libur hari Senin karena ada yang mau dia urus di Bank. Menyenangkannya, disini juga cukup banyak dibuka Bank dari Indonesia seperti BNI dan Mandiri.

Telingaku juga mendengar bahasa-bahasa yang sangat familiar di taman ini. Bahasa yang sangat kukenali ketika aku masih kuliah dulu, bahasa Jawa! Disamping kanan kiri depan belakang, banyak TKW yang duduk-duduk sambil menyantap makan siang dan bercengkerama bahasa jowoan. Mereka makan menu masakan Indonesia, bahkan ada pula yang santai-santai ngobrol menaikkan kaki ke kursi sambil ngerujak. Mbak Ayu bilang, rata-rata mereka memasak di rumah dan membawa ke taman ini untuk dimakan bersama-sama TKW yang lain. Seperti piknik.

Tapi sepertinya orang-orang yang berada di taman ini hampir semuanya berpiknik. Masing-masing membawa makanan yang kemudian dimakan sambil duduk-duduk di bangku taman. Bukan hanya para TKW, tapi juga turis berambut pirang, orang-orang Timur Tengah, serta orang cina. Termasuk aku dan mbak ayu.

Kalau mbak Ayu sendiri ga sempat masak, jadi dia beli nasi campur bungkusan di warung Indonesia yang letaknya tidak terlalu jauh dari Victoria Park. Andai aku tahu letak warung itu sebelumnya, pasti aku membeli makanan dari situ.

Aku juga membawa makanan. Aku beli beberapa snack, buah blueberry dan juga roti dari supermarket lumayan besar di seberang taman. Bahkan sangking gelap mata, ingin ku beli beberapa jenis buah sekaligus di supermarket itu, karena jika dijual di Indonesia harganya jadi meroket. Seperti buah blueberry, dan berkotak-kotak buah anggur jumbo berbagai warna. Untung logika ku masih bisa jalan. Siapa yang akan menghabiskan buah sebanyak itu, membawanya saja sudah berat. Padahal masih ada beberapa tempat yang ingin kudatangi.

Uniknya harga buah-buah itu berbanding terbalik dengan singkong. Aku sempat menemukan ketela pohon alias singkong ditata apik di etalase supermarket, dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan buah blueberry yang dijual disini. Di Hongkong, singkong menjadi makanan mahal. Tempat menjualnya pun bukan diatas kain kumal pinggir jalan seperti yang biasanya ku lihat di Indonesia. Mereka tampak elegan disana, berjajar dengan makanan-makanan mahal lainnya. Entah bagaimana aku tersenyum bangga, melihat singkong itu disana. Akhirnya aku tau, singkong tidak selalu identik sebagai makanan orang kampung.

Sambil menyantap makan siang kami, kami berbagi banyak cerita. Termasuk mendengarkan curhat mbak ayu soal kekasihnya yang bekerja sebagai TKI di Korea Selatan.

duofie bareng mba ayu

Menurutku, mba ayu wanita Indonesia yang ayu. Dan termasuk mengikuti gaya berpakaian ala Hongkong. Dia berkulit kuning, berambut keriting pirang panjang yang dibiarkan terurai. Menggunakan baju long dress yang dia sebut daster pada kekasihnya. Long dress nya berwarna putih campuran pink yang berenda-renda. Bajunya yang hanya bertali di masing-masing bahu ditutupi dengan menggunakan pasmina bercorak lembut. Tak lupa dilengkapi dengan high heels. Melihatnya jadi teringat film-film Korea bertemakan 'piknik di pantai', tinggal ditambahi topi bundar yang lebar saja.

Dia juga memasang foto-foto gaulnya di pic profile akun messanger. Siapapun yang melihatnya, tak akan pernah menyangka bahwa dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Setelah lama berbincang dengannya, baru kusadari dia membawa koran berbahasa Indonesia yang diselipkan didekat tasnya. Aku merasa takjub bagaimana dia mendapatkan koran itu.

"Ohh, ini ada banyak di KBRI dan Bank-bank Indonesia mbaakk. Disediakan gratis. Ada lumayan banyak koran-koran berbahasa Indonesia di Hongkong kok", ujar mbak Ayu.

Dia lantas menyebutkan satu per satu koran bahasa Indonesia yang ia ketahui diproduksi disini. Tapi pada akhirnya tak ada satupun yang ku ingat.

Ku baca setiap halaman  koran itu. Isinya seputar para TKW Indonesia di Hongkong. Ada kisah sedih, ada juga kisah sukses. Ada TKW yang melarikan diri dari majikannya karena dianiaya. Ada pula TKW yang terkena kanker tetapi tidak dibiayai pengobatannya oleh majikan, karena bukan jenis penyakit yang diasuransikan oleh majikannya. Ada juga kisah sukses TKW yang bekerja sebagai pengurus rumah tangga pada siang hari dan kuliah pada malam hari. Ada juga yang setelah bekerja di Hongkong sekian lama menjadi wiraswasta sukses.

Selain itu, ada banyak sekali iklan jasa penyalur tenaga kerja ke majikan baru di Hongkong dengan berbagai kelebihan agen masing-masing. Sehingga jika sudah habis kontrak kerja, bisa dibantu agen untuk mendapatkan majikan baru.

Aku pun jadi penasaran menanyakan beberapa hal ke mbak Ayu. Untungnya kami cepat akrab, jadi bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang lebih privacy. Apakah senang kerja disini? Apakah majikannya baik dan tidak pernah kasar? Berapa standart gaji disini?

Mbak Ayu dengan santai menjawab, "Dibilang betah ya betah mbak. Sudah 3 tahun belum pernah pulang. Hidup disini benar-benar nyaman. Tidak khawatir dengan jambret atau copet. Aman jalan-jalan sendiri. Transportasinya mudah. Gaji besar. Dan majikan saya sangat baik. Tapi meskipun gaji besar, kita juga harus pinter-pinter pegang duit, karena kalau tidak sama saja. Karena biaya hidup disini juga sangat mahal".

Mungkin mbak Ayu termasuk dari segelintir TKW yang beruntung mendapatkan majikan baik. Jadi setelah beberapa tahun kontraknya dilanjut terus.

"Kalo ditanya soal gaji sih, standart gaji paling rendah di Hongkong 9000 dolar Hongkong", tambah mbak Ayu.

Wow, menggiurkan. Pantasan banyak yang betah kerja disini. Pantasan pula banyak TKW yang telah jadi orang kaya di kampungnya.

Tapi dia sempat mengeluh, giginya terasa sakit sudah sejak lama. Waktu kutanya kenapa tidak berobat, katanya berobat di Hongkong sangat mahal, karena perawatan gigi tidak termasuk ke dalam asuransi kesehatan yang diberikan oleh majikannya.

Aku jadi teringat berita di koran yang dibawa oleh mbak Ayu. Seorang TKW menderita kanker payudara dan harus segera di operasi. Tetapi terkendala oleh majikannya yang menolak untuk membiayai pengobatan, karena tidak termasuk ke dalam biaya yang di cover oleh asuransi. Dan kuasa hukum TKW tersebut sedang memperjuangkan hak kliennya untuk mendapatkan pengobatan full dari majikannya. Karena dicover atau tidaknya oleh asuransi kesehatan, sang majikan tetap berkewajiban untuk memelihara kesehatan pekerjanya.

Lantas mbak Ayu berujar, "Mungkin baru bulan depan saya bisa berobat ke dokter gigi, karena bulan depan saya pulang ke Indonesia 1 bulan. Dokter gigi di Indonesia jauh lebih murah".

Ya, dimana penghasilan rata-rata lebih tinggi maka standart hidup lebih mahal. Dimana penghasilan rata-rata lebih rendah maka standart hidup lebih murah. Hukum alam. Sungguh ironi, jika untuk berobat saja harus tunggu pulang ke Indonesia.

Hidup di daerah berpenghasilan tinggi memang tidak selalu menyenangkan.


To be continued...

Tuesday, October 8, 2013

Cewek Indonesia cantik sii, sekaligus.....

0 comments
100 persen penduduk Thailand selalu bicara bahasa lokal padaku, and i'm so tired to say "i'm not Thaiiiii, look my passport, i'm indonesian"
Entah itu akal-akalan mereka aja ato emang kenyataan (Amin), waktu lagi otw ke Bangkok dari Krabi, gue denger obrolan beberapa bule disamping gue. Bukan maksud mau nguping, tapi gimana mau ga kedengaran, lah wong bareng di minivan kecil gitu, kentut aja pasti kedengaran hehe. Karena gue capek ngomong english ma mereka (ceileeehh), gue sok-soknya ketiduran, heran mereka demen bener cerita en ngegosip juga sedari berangkat tadi, kirain ibu-ibu PKK doang yang hobi. Pas lagi sok-sok tidur gitu mereka ngomongin gue ndro! Tapi bukan sesuatu yang buruk, malah baik bangeeettt.

Kalo ditranslatin si kira-kira artinya begini :

Bule Aussie aka travelmate gue: "Apa kamu melihat Lenny seperti orang Thailand? Karena semua orang Thailand yang kita temui selalu mengira seperti itu dan mengajaknya bicara bahasa Thai. Terkadang dia frustasi karena lelah mengatakan "i'm not Thai" hahaha."

Bule Jerman aka temen ketemu diminivan : "Aku rasa tidak. Meskipun sama-sama orang Asia, wajah orang Thailand berbeda dengan orang Indonesia. Aku sudah travelling di negara bagian Asia Tenggara, dan kurasa dari seluruh Asia Tenggara, gadis Indonesia yang paling cantik. Dan menurutku Lenny salah satunya."

Aku : dalam hati ==> What the Hell!! Sambil senyum-senyum kegeeran hahaha.

Tapi dengan menjengkelkannya si bule sialan travelmate gue tiba-tiba menepuk-nepuk bahuku sambil berseru, "Hey Lenny, wake up!! did you hear that? She said you're beautiful and Indonesian girls is the most beautiful girl through South East Asian! Come on wake up, you must be happy, I know you're not sleeping at all".

Aku ===> WTF travelmate he is!!

Tapi abis itu si bule Jerman  nambahin,"but Indonesian girls famous with their identity as 'bule lover', they crazy to make bule as their husband".

Travelmate bule gue ==>" Really???! Well, Lenny will you marry me??"

Aku masih dengan mata terpejam ==> Oooohhhh Damn!!
Unfortunately I'm not one of those girls, mate...
I'm not crazy to make bule as my husband, instead they crazy to make me as their wife! huwakkkk

Sendirian naik bis kota Bangkok ke Chatuchak / JJ market? Mungkin aja!

2 comments
Lapangan hijau dengan latar Candi Grand Palace

Seperti yang kita tau, kemungkinan kesasar selama travelling ke negara-negara yang memiliki tulisan non-latin sangat sangatlah besar. Contoh paling deket aja, negara Thailand. Tulisannya yang keriting-keriting itu mau dipelototin sampe keriting juga ga bakal bisa dibaca.

Tapi bukan independent traveller sejati namanya (ceileh) kalo gak pernah get lost disana. *Alesan tambahan selain disoriented hahaha.

Tapi ciyuss deh, haduuuhh tu tulisan di angkutan umum setidaknya ditambahin tulisan latin kek. Uda tau negaranya entu banyak didatengi kaum turis yang buta tulisan keritingnya, kekeuuuhh pake tulisan kriwil-kriwil. Bahkan di ibukotanya yang macet itu sekalipun. Kita kan sebagai turis independent low budget serasa ga da pilihan selain kesasar. Padahal yaaaa kesasar itu juga seringnya malah nambahin ongkos.

Angkutan umum yang paling modern, mudah dan cepat di Bangkok apalagi kalo bukan BTS (Skytrain) dan MRT (Subway). Selain tarif lebih miring daripada taxi, kita tidak akan tersesat karena disediakan tulisan latin di map dan rutenya (asal ga buta huruf aja). Tapi berita buruknya, kedua transportasi itu hanya menjangkau lokasi-lokasi tertentu! Googling aja map BTS dan MRT Bangkok. Rutenya dikiiiiittt banget. Ya wassalam aja kalo ente nginepnya di sekitar Khaosan Road.

Angkutan umum paling murah dan efektif menjangkau pelosok-pelosok Bangkok ialah bus kota. Ya tapi gitu, terjebak di macetnya ibukota, muter-muter seantero Bangkok beberapa jam baru bisa nyampe tujuan. Itupun kalo ente tau mau berhenti dimana. Ya  iyalah, transportasi murah, fasilitas dan kenyamanan ya gitu deh.

Pernah aku iseng-iseng ke Chatuchak Market (JJ Market) naik bis kota. Setelah desperated gara-gara ga minat masuk wat-watnya yang ditengah kota itu. Pas di seberang Grand Palace-nya entu ada sebuah halte yang cukup gede en rame. Mungkin karena dekat dengan pasar kali ya, tau deh pasar apaan.

Pemandangan sekitar Grand Palace

Disana juga da yang jualan kipas dari kayu cendana. Waktu gue ditawarin, dalam hati bilang, banyak nih di negara gu :p

Pengamen Jalanan pake modal, gue belum pernah ketemu ngamen yang pake tutup botol ato pake tepuk tangan.


Aku uda tau kalo ga ada tulisan latin di bis-bis itu, selain angka dan huruf kriwil-kriwil. Jadi maneketehe deh tu bis-bis darimana mo kemana. Tapi aku tetep ikutan nimbrung di halte itu sambil cari tau hehe. Terus masalah lainnya, ga banyak orang Thai yang bisa bahasa inggris. Itulah salah satu disaster kalo travelling kesini. Tapi bukan independent traveller sejati donk namanya (huueekk) kalo nyerah gitu aja.

Orang pertama yang kutanya, cuma bisa bahasa China. Orang kedua, ga usa ditanya. Baru dikeluarkan beberapa kata bahasa inggris aja, udah tanda menyerah melambai-lambaikan tangan. Putus asa tanya-tanya. Aku melanjutkan aja bengong disitu, ngeliatin bis-bis kota yang lalu lalang. Masa si di antara puluhan bis yang lewat, ga ada satupun yang ada tulisan latinnya.

Otakku yang punya prinsip, "selalu ada kemungkinan diantara ketidakmungkinan", kekeuh tetep nunggu disitu, nyari bis tulisan latin! Keras kepala sekali ya saya.

Tapi ternyata kekeraskepalaan saya (haduh ribet amat ya bahasanya) berbuah manis. Setengah jam menunggu sambil melototi tulisan-tulisan kriwil bis yang lewat, eeeehhh nongol juga bis tulisan latin itu! Ok, emang perbandingannya 1 juta : 1, don't try this at bangkok ya, kecuali emang ente keras kepala kayak saya. Intinya gue gak menjamin lu-lu pade bakal nemu bis kota tulisan latin sama kayak gue disono.

Akhirnya gue tau, dari halte depan Grand Palace entu naik bis no 44 untuk sampai ke JJ market. Pengen tau, uniknya JJ market yang cuma ada Sabtu ma Minggu itu gimana sih. Katanya siiii terkenal gettoo deeehhh. Lumayan lebih asik daripada nge-mall. Secara mall di Bangkok ya gitu-gitu aja. Pengalaman ke MBK malah mati gaya ga tau mau ngapain. Masi mending blusukan di mangga dua dahhh :p

Tiket bis kota. Beruntung angkanya di tulis pake latin.

Meskipun keliatan bangkotan, terawat dan ga mogok kok

Suasana jalan raya ibukota Bangkok. Maceeeettt. Tu orang gambarnya dipampang dimana-mana


Dan taunya harga bisnya murah banget loh, cuma 9 Bath. Tapiiiiiii berjama-jam! Berhubung emang tu market di pinggiran bangkok, dan gue pake bis kota yang muter-muter dulu, yang kejebak di macet juga, yaaaa pasrah aja deh. Mulai dari gue tidur, bangun, tidur, belum juga nyampe-nyampe.

Tapi yang gue salut, bis-bis kota ini meskipun keliatan banget uda bangkotan masi terawat dengan baik dan aman. Bayangin aja kondekturnya aja seringnya gue temuin perempuan. Yang sering bawa tempat koin dari besi ukuran panjang dan pake masker. Mungkin kalo nemu penjahat tinggal digeprok aja pake tu besi kali ya. Biasa kalo mau narikin duitnya tinggal dibunyiin "prok prok" aja di samping penumpang itu, yang artinya kira-kira gini, "Heh loe, bayar!" haha.

Disela-sela kengantukan gue, ada seorang ibu di sebelah gue yang ramah sekali, dan yang paling penting bisa bahasa inggris meskipun patah-patah. Tu ibu berumur 45-50 tahun deh kayaknya, ato lebih tua lagi ya. Pokoknya dah berumur dah. Ciyus dia ngasi tau, kalo ke Chatuchak hati-hati sama dompetnya, soalnya banyak copet.

Terus aku lupa, dia ngomong apalagi ya. Dia sempat menceritakan beberapa hal tentang keluarganya. Yaaaaa daripada gue terkantuk-kantuk kan ya gara2 jauh dan macet, gue tanyalah pertanyaan basa basi yang seharusnya ga perlu saya tanyakan.
"Lalu ibu sendiri memiliki berapa anak?"
Jawab ibunya ==> "Saya masih single"
Glek!

Sepanjang perjalanan menuju Chatuchak, yang lumayan mengelilingi seantero bangkok, ada beberapa pemandangan yang aku sukai dari Bangkok. Bukan macetnya pastinya. Banyak sekali kebun bunga kuning dimana-mana. Kuningnya yang bener-bener kuning ngejreng. Baik itu di bundaran, pembatas jalan raya, ataupun penghias gambar bapak tua berpakaian kerajaan Thailand.

Awalnya gue pikir tu bunga emang di tanam disitu, ternyata eh ternyata mereka pake pot! Pot-potnya disusun sedemikian rupa jadi kelihatan seperti kebun-bunga-kuning-mekar-sepanjang-masa. Jadi yaaaa keliatannya tu bunga ga mati-mati. Lah wong kalo bunganya layu langsung aja ditarik pot bunga yang layu, diganti pot bunga yang segeer! Pinter juga.


Ganti pot bunga yang lama sama yang seger

Bunga mekar sepanjang masa

Taman depan Grand Palace

 
Pernah ku berfikir, kalo di Indonesia dibuat gitu, kayaknya bakal abis tu bunga nganggur dijualin sepot-potnya. Ato mungkin sudah berpindah tempat di pekarangan rumah penduduk.Haha.
Hal lain yang menyenangkan di Bangkok, kita masih bisa nemuin taman-taman dengan ratusan burung dara. Kita bisa temuin yang kayak begituan salah satunya di taman depan Grand Palace. Yaaaa buat kita-kita yang belum pernah ke Eropa, anggap aja kayak disono dengan bule-bule berseliweran.

Sekali lagi, kalo ku fikir-fikir, di Indonesia dibuat kayak beginian, bakal abis tu burung masuk warung spesialis burung dara goreng. Hahaha.

Bagi saya yang tidak suka hal-hal berbau politik, saya jadi tidak begitu peduli sama pemimpin dan penguasa negara tempat saya jalan-jalan. *Ngeles aja padahal jarang baca koran dan nonton berita. Kecuali di negara tersebut lagi perang ato demo. Lagian ngapain juga ya gue kesana pas demo, nyusah-nyusahin aja. Nah berhubung ga da kejadian apa-apa di Thailand, aku juga ga tau apa-apa soal keadaan politik Thailand. Kecuali partai merah dan kuningnya yang pernah demo besar-besaran hingga melumpuhkan perekonomian negara.

Agak heran aja waktu ngeliat banyak banget gambar bapak tua yang berpakaian ala kerajaan Thailand di rumah-rumah penduduk dan jalan besar. Bahkan di tempat-tempat umum seperti stasiun kereta dan warung makan. Sebagai manusia yang bisa mikir, pasti kita tau kalo tu orang penting di Thailand. Tapi bahkan presiden negara kita aja, wajahnya ga segitunya dipampang dimana-mana ya. Masih kalah sama poster-posternya partai politik waktu lagi pemilu!

Maka dari itu, bertanyalah aku pada ibu ramah itu. Daripada sesat di pikiran sendiri.
"Bu, tu bapak siapa ya?"
Lantas wajah tu ibu langsung jadi cerah bersinar seperti kuningnya bunga di pot-pot di jalanan itu, dan dengan semangat 45 berkata, "he is our king! We love our king so much!"
Iye iye bu, aye bisa baca kok dari mukenye. You love king too much.

Beberapa jam kemudian....(lebayyyy deeh, 1,5 jam kemudian kayaknya)
Dengan muka ngantuk-ngantuk, dan jidat sakit abis kejedot pinggiran besi jendela gara-gara ketiduran, gue tanya ama ibu itu, apa suda kelewatan Chatuchaknya. Jawabnya, belum. Hadeeuuhh, kayaknya kalo naik kereta ke Ayutthaya uda nyampe neh.

Setelah melewati sebuah mall dengan tulisan Chatuchak, barulah aku tau kalo JJ market sudah dekat. Setelah diberi tau ibu itu bahwa aku harus turun disitu, aku merapikan rambut yang berantakan dan bergegas turun, sambil melambaikan tangan dan mengucapkan selamat tinggal dengan ibu ramah itu.

 

Semakin masuk kedalam suasana agak sepi

Isinya lautan manusia



Begitu turun dari bus......
Ya amplop, ni market udah kayak lepet, ga tau mana penjual mana pembeli sangking rapetnya. Semua jenis manusia di bumi ini sepertinya berkumpul di tempat ini. Warna kulit dan rambut dari merah kuning ijo ada semua. Bahkan telinga ku banyak mendengar bahasa yang entah dari negara mana aja asalnya. Sialnya selama di Thailand, tidak ada satupun yang menyangka aku turis! Huuh!

Jadilah mereka semua kalo ngomong pake bahasa kakakaka khas Thailand ke ane. Katanya muka gue thailand banget. Padahal bule-bule yang gue temui selama di sono setuju banget ma gue, kalo muka gue ga da mirip-miripnya ma orang lokal. Katanya sih bahkan jauuuuuuhhhhhh lebih cantik dari orang Thai. Hahahahahahueeekkk.

Ok, ga usah pake rasis ya. Semua perempuan tu cantik dan semua cowok tu ganteng. Deal!

Ok, balik lagi ke CHatuchak.
Berada di market yang cuma ada sabtu ma Minggu itu bener-bener bisa bikin lupa diri. Semuaaaaaaa pengen dibeli, apalagi perempuan yeee, yang emang uda kodratnya laper mata dan doyan ngabisin duit :p *ralat: ga semua ding.

Aku lupa berapa kali aku ke ATM buat ambil duit. Sampe aku sempet berfikir kemungkinan ongkos charge tarik tunai di luar negeri lebih gede daripada ongkos belanja gue. Shit! Sirna sudah harapan mewujudkan traveller low budget.

Setelah putar-putar Chatuchak market yang besar itu entah keberapa kalinya, akhirnya perutku yang lapar dan dahaga ini memberontak. Apalagi di Thailand banyak banget makanan cemilan pinggir jalannya yang enyak-enyak. Mulai dari Sosis segala daging yang besar-besar dengan saosnya yang aduhai khas thailand sweet and spicy, ada juga ayam goreng crispy yang rasa-rasanya kok lebih enak di banding KFC, ada juga segala jenis minuman yang aneh-aneh tapi sangat nikmat. Aduuuhh aku sampe lupa  apa aja yang aku makan dan aku minum disana. Yang pasti sebelum beli, uda gw pastikan 'no pork'.

Setelah capek banget belanja, dan makan minum ini itu, aku terduduk di pinggir jalan bersama dengan pengunjung lain yang juga senasib. Uda pasrah aja gitu, kayak gelandangan kekenyangan yang bawa banyak belajaan.

Lirik kanan, lirik kiri, hari sudah semakin gelap tapi kaki masih terlalu lunglai digerakkan, persis dah kayak buaya kekenyangan, cuma bisa diem aja. Kemudian ku lirik beberapa stand Thai Massage yang sangat menggiurkan tidak jauh dari tempat aku duduk. Aku memang tidak suka dipijat siiiii, tapi kan kalo sudah di Thailand sayang banget ga nyobain massagenya yang terkenal itu langsung dari negaranya. Apalagi gue pegel banget, cocok banget kan kalo dipijat. Hingga pada akhirnya perang batin di jidat gue dimenangkan oleh si Thai Massage!

 


Thai Massag . Tu Kaki kayak pukulan baseball wakkkk


Bergeraklah gue menuju stand massage. Setelah melihat menu massage yang disajikan, aku memilih menu yang paling minimalis gelinya. Soalnya di otak gue, dimana-mana yang namanya pijat itu geliiiiiii. Tapi ternyata gue SALAH sodara-sodara!

Aku sengaja memilih menu massage kaki dan tangan doang, biar ga geli-geli amat si ceritanya. Dan aku pilih menu biasa yang ga pake oil, lucu lah kalo selesai darisitu kulit gue mandi minyak. Tapi dasar otak gue dangkal banget yang kalo mikir pijat itu sama aja kayak di Indonesia, cuma diurut2 eh ternyata kalo Thai Massage kebanyakan tu kaki ma tangan dilipat-lipat dan ditarik. Parahnya lagi mentang-mentang gue pilih menu ga pake oil eh dikasi balsem! Beneran pake balsem aki-aki yang aromanya sangat pedas menyengat. Itu tuh sejenis balsem cap kaki tiga, remason dan sejenisnya yang biasa dipake mbah-mbah. Aromanya aja uda pedas nendang gimana rasanya dikulit coba, pedas membakar!

Parahnya lagi gue liat tu balsem bentuknya pada gede-gede banget, kalo di Indonesia balsem dikemas sekecil kerikil, kalo yang kuliat disini segede bongkahan batu yang cuma dibungkus plastik bening. Sempat terlintas dipikiran ku apa mungkin balsem di Indonesia tu impor dari Thailand ya. Dari warna dan aroma persis banget, ijoo! Cuma bedanya di Thailand lebih bervariasi warnanya ada merah kuning ijo, mungkin kalo  dicari-cari lagi ada kali yang warnanya ungu.

Dengan muka pasrah tanpa daya, cuma bisa diem aja waktu tu ibu-ibu dengan semangat mengolesi seluruh lengan dan kaki dengan balsem hot itu, dah kayak ngolesi selai di roti. Mau protes, bilang sedikit aja, tu orang kagak ngerti juga gue ngomong apaan. Hahhhhh panaaaasss!!!

Setelah puas tangan dan kaki gue di lipet-lipet en tarik-tarik, gue akui rasa capek itu mulai sirna. Rasanya fresh aja lagi gitu, meskipun kulit masi serasa terbakar. Dan sebelum aku beranjak dari standmassage itu, ibu yang tadi massage gue dengan english patah-patah menawarkan tu balsem ijo ke gue. Katanya kaki gue terlalu lelah dan disarankan untuk menggunakan tu balsem ijo secara rutin di kaki gue! Hah?! Ogah. Pertama, tu balsem ijo banyaaaaaakkk di negara gue, masa bodo tu balsem mo impor dari sini ato kagak. Kedua, Please deh, ogah banget gue harus bawa-bawa balsem berbau tajam begonoan sepanjang gue travelling. Ada-ada aja tu ibu, bisa aja marketingnya jualan balsem di stand Massage.

Keluar dari stand itu, hari sudah sangat senja. Nah pada saat itu baru terpikirkan, gimana caranya gue pulang ya. Eh maksudnya balik ke hotel di Khaosan Road. Sempat masuk ke MRT dan BTS station, setelah cek rute yang dilewati ternyata dari perhentian terdekat masih cukup jauh ke Khaosan. Nah dari situ harus mikir lagi mo naik apaan buat ke KHaosan. Setelah ku pikir-pikir beberapa saat akhirnya kuputuskan untuk naik bus aja, meskipun aku tau peluang untuk nyasarnya 100%! Abis, mau naik MRT juga nanti pasti nyasar juga pas mau ke Khaosan nya, ya udah mending nyasar aja sekalian dari awal, hahaha.

Aku tau sedari awal, ga mungkin aku bisa naik bus yang sama dengan bus yang ku gunakan ketika datang ke chatuchak. Karena kalo ga salah rute mereka bukan bolak balik tapi mutar. Terpaksa aku naik bus apa aja yang lewat, haha. Abis, kutanyain orang sekitar ga ada yang ngerti bahasa inggris. Kutanyain soal Grand Palace, apalagi. Sampe aku gregetan ni orang Thailand bukan si kok ga tau Grand Palace.

Hingga pada akhirnya takdir membawaku ke bus no 3 yang entah kemana. Aku sengaja naik aja, daripada daritadi ga pindah-pindah posisi dari depan Chatuchak Mall. Rencananya sih, nanti di perjalanan aku bisa tanya-tanya atau paling tidak bisa bertemu penumpang baik hati yang bisa bahasa inggris yang bisa kutanyain. Tapi belum sempat tanya-tanya, belum begitu jauh, bus sudah belok ke arah terminal. Emang sih aku ga bisa baca tulisannya yang kriwil-kriwil itu tapi kalo diliat dari banyaknya bus di area itu, bisa ku pastikan itu sejenis terminal!

Benar saja, semua penumpang turun disitu. Dan aku? Yah dengan pedenya aja turun, sok sok tau jalan gitu. Setelah capek muter-muter di sepanjang terminal dan tidak mendapatkan clue apapun, aku memutuskan ke toilet untuk mencuci wajah ku yang kumal seharian muter-muter chatuchak. Fiuuuh Thailand sama aja kayak Indonesia, toilet bayar!!

Sambil ngaca aku lirik jam di hp, sudah hampir jam 7. Padahal aku janjian sama Mike mau cari dinner bareng. Tapi akunya aja masih nyangsang entah dimana. Sebenarnya bisa aja si aku potong kompas naik taxi ato ojek, tapi kok ya ga seru amat.

Beruntunglah di toilet itu aku bertemu perempuan muda yang sangat baik hati. Aku rasa Tuhan mengirimkan malaikat untuk membantuku. Meskipun bahasa inggrisnya patah-patah dia bisa membantuku mencari bus yang melewati Khaosan. Sangking baiknya dia, ingin rasanya ku peluk dia sebagai tanda ucapan terima kasih. He he :p

Tapi jangan dikira masalah selesai setelah dapet bus arah ke Khaosan. Hari sudah gelap, sangking banyaknya jalan yang mirip Khaosan aku jadi tidak tau mau berhenti dimana. Akhirnya ku tanya pada kondektur bus perempuan yang syukurnya mengerti bahasa inggris. Dia bilang akan memberitahuku jika sudah tiba di daerah Khaosan. Tapi sialnya, dia menengadahkan tangannya sebagai imbalan info yang akan dia kasi, what the F***. Meskipun kaget gue pura2 cengok aja dan memalingkan wajah.

Macam-macam di keprok ma bu kondektur ntar

Salah satu simbol ato doa keagamaan di Thailand, Biasanya di tempel dimana-mana


Takut-takut juga si, gimana kalo entar dia ga mau kasi tau ya, buseeettt bisa sampe mana gue ikut ni bus. Bus bergerak lamaaa sekali di macetnya Bangkok. Belum lagi jalannya yang muter-muter.
Waktu itu gue duduk tepat didepan pintu bis. Jadi kalo ada orang yang naik, gue selalu liat. Masalahnya kebanyakan orang yang naik itu sering menangkupkan kedua tangannya di depan kepalanya sambil menunduk menghadap ke arah ku. Gue dah ke-GR-an aja kayak Raja yang lagi disembah dan dihormati gitu. Ealah selidik punya selidik ternyata gue duduk tepat disamping tulisan Thailand yang ditempel di atas jendela bis. Meskipun gue ga tau tu tulisan keriting artinya apaan, tapi gue yakin itu tulisan semacam doa keselamatan atau sesuatu yang dihormati oleh agama kebanyakan masyarakat Thailand. Langsung aja gue pindah tempat duduk dibelakangnya daripada gue ga enak sendiri.

Setelah penantian panjang tiba juga gue di daerah Khaosan. Gue taunya juga sih dari ibu kondektur, yang memberi bahasa isyarat turun disini. Buru-buru aja gue turun meskipun dengan tatapan panas ibu kondektur yang berharap aku kasih tips. Idihhhh bodo', matre amat sih.

Setelah turun celingukan lagi gue. Ini gue berhenti di daerah Khaosan sebelah mananya. Rasanya semua gang sama. Ah masa bodo lah, gue masukin aja satu-satu gang, sambil cari cemilan makan malam.

Setelah gang kedua, akhirnya aku tau aku melewati gang yang paling benar hehe. Tempat yang kulewati itu lebih familiar dan yang pasti aku ketemu sama penjual jus yang ramah asal Malaysia, karena pagi-paginya gue sempet nge-jus disitu.

Khaosan Road pagi pagi buta, masi sepiii


Dari penjual jus itu, hotel tempat aku stay udah deket, tinggal nyebrang doang. Fiuuhhh akhirnya gue sampe juga di hotel. Waktu nyampe muka si Mike uda panik aja, dia uda tau gue pasti nyasar haha. Padahal tadi pagi waktu berpisah, muka dia uda ga yakin gitu ngelepas gue jalan sendiri di Bangkok. But so far so good lah, yang penting gue uda balik.

Tapi meskipun gue uda balik dengan selamat dan tepat waktu, si Mike tetep aja dinner sendiri. Gue capekkk!! Jadi mandi langsung tidur ;p

Tips :
* Jadilah orang yang agak keras kepala, tapi keras kepalanya harus diimbangi dengan logika.
* Kalo sudah capek nyasar, naik taxi aja terus ditawar deh. Murah kok naik taxi di Bangkok.
* Rata-rata orang Thailand ramah kayak di Indonesia, jadi sering-seringlah bertanya meskipun mereka ga ngerti bahasa lu.





Sunday, October 6, 2013

Dimana-mana yang namanya ke 'surga' itu susssaahhh! (Perjalanan darat ke pulau Derawan ) Part 2

5 comments
Sekembalinya aku dan temanku dari toilet,truk-truk masih belum ada yang pindah tempat. Kulirik antrian paling belakang yang dah kayak ular naga panjangnya. Dengan muka fresh, abis cuci muka pake air seger pegunungan yang entah dari mana sumbernya, aku susuri antrian truk itu hingga yang paling depan. Dinginnya udara hutan di pagi hari dan kabut yang membuat pemandangan makin eksotis, membuatku mengaguminya sejenak. Sampe tiba-tiba kulihat pemandangan layaknya pelabuhan di pusat biang kemacetan. Banyak pedagang asongan, bedanya mereka pake sepatu boot. Juga ada tenda biru warung nasi yang dibuat ala kadar en dadakan banget, keliatan tenda semenit jadi. Semakin takjublah aku, pegimane bisa??



Ni lubang buaya kalo pas ujan tinggal di kasi anakan lele aja, jadi dah empang


Terdengar raungan mobil double cabin yang mesinnya meraung-raung didepan sono. Tu mobil kejebak dalem banget di lumpur. Kesian mobilnya. Habis itu diam. Hening. Kemudian seorang bapak yang sepertinya sopir truk menyapaku, kayaknya agak heran liat cewek kayak gue keliaran disitu. Gue ga inget, waktu itu ngomongin apa aja ya, yang ku ingat cuma ini.
Aku => "Kenapa ya pak, uda terang gini, truk-truk ini ga da yang niat mo jalan?"
Pak Supir=> "Percuma aja mbak, kalo belum kena panas, lumpurnya masih basah, susah dilewati, malah bikin rusak mesin aja"
Aku mbatin => Oooo pantesan, ni supir-supir pada nyante aja ngopi-ngopi, padahal penumpang-penumpang umum kayak gue uda pada gemes kenapa ga da yang mo jalan. " Tapi pak, kok bs ada warung yaaa disini?"
Pak supir => "haha, ini warung kaget mbak, cuma ada kalo macet kayak gini. Ga tau dapet info darimana, respon mereka cepet, malem mobil pada stuck, pagi-pagi buta, uda ada aja yang buka warung en penjual keliling".

Hebat juga, pikirku. Gini caranya ga usa takut kelaperan di tengah hutan daaahh.
Tiba-tiba ada truk gede yang nyalip lewat jalur kanan. Aku, temanku dan si bapak spontan beranjak dari tempat kami ngobrol, minggir mendekati si tenda biru. Bodinya yang gede banget keliatan lagi ngangkut sesuatu yang berat. Tu bapak lantas memberitahuku," Sopir truk itu minta diduluankan. Kasian, dia ngangkut buah, kalo kelamaan bisa busuk sebelum sampai dipasarkan, bisa rugi besar", katanya.

Mmmm...kesian juga, daripada busuk dimakan ulat mending dimakan kita yak.
Akhirnya cahaya matahari yang ditunggu-tunggu datang juga.Sopir-sopir langsung beranjak menuju truknya masing-masing, dan kita kembali ke dalam mini bus. Ku liat si rambo sudah selesai mandi, keliatan dari mukanya yang seger buger. Tapi kok bawa helm hitam ya?

Gue tanya, "Abis mandi ya pak?
Rambo, "yo'i dong"
Tanya lagi, "Trus tu helm buat apa? Abis ngojek?"
Rambo, "Loh helm ini multifungsi, bisa dibuat gayung hehehe"
Aku dan temanku ngakak. Ooo jadi itu sebabnya dia bawa helm di bisnya.

Perjalanan pun dilanjutkan. Kupandangi muka-muka para penumpang dah hepi banget karena bis udah mulai bergerak. Tapi waktu mau mendekati pusat lumpur, hujan lagiiiiii. cuma gerimis sii, tapi uda sukses buat para sopir ogah bergerak. Daripada ngerusak mobil, katanya. Sekali lagi ku lirik wajah para penumpang, kusut lg hehehe.

Aku ma temen aku si nyante aja. Secara kita punya libur panjang, dan tidak terlalu pusing dengan hal kek gini, dinikmati aja. Kali ini aku sibuk foto-foto sekitar, nah dianya milih tidur. Kadang-kadang aku heran ma teman aku, kalo tidur bisa kek orang mati. Masa waktu itu bis uda mo kebalik, miring 45 derajat, eh dianya asik aja tidur. Waktu aku tanya, masa ga kerasa apa-apa, jawab dia, kagak. Buseeett dahhh.

Untung gerimis cuma sebentar, abis tu panas lagi, orang-orang pun mulai masuk ke dalam mobil lagi. Setelah beberapa menit dag dig dug duer ngelewatin pusat lumpur yang mengerikan itu, mendengar mesin meraung-raung menyedihkan, dan bis terguncang-guncang tidak karuan, akhirnya kita bisa bernafas lega. Tapi kesenangan itu cuma sebentar, entah beberapa menit kemudian jalanan-jalan hancur kek gitu harus kita lewati lagi, lagi, dan lagi.

Kalo uda gitu, muka-muka para penumpang langsung pada tegang. Sangking heningnya, bahkan aku tidak mendengar satupun suara nafas. Khawatir kalo nafas ato gerak dikit tu bis bisa ngguling kali. Apalagi aku yang duduk paling depan, sebelah rambo. Aku liat dengan jelas bagaimana sulitnya truk-truk melewati lubang-lubang besar itu. Harap-harap cemas, berharap truk didepan tidak stuck didalam lubang. Karena bisa menimbulkan kemacetan lagi.




Tapi meskipun gitu, aku masi bisa ngerekam bis yang lagi berjuang ngelewatin lubang buaya loh. Seru juga! Teguncang-guncang kayak kena gempa. Persis kayak naik kuda rodeo. Tapi sayangnya, setelah itu videonya ku hapus, karena memori kamera dah kepenuhan :( sayang banget deh.

Akhirnya setelah melewati puluhan lubang, lumpur, tanah-tanah longsor, tiba juga kami di sebuah kampung yang gue lupa namanya (padahal namanya cantik seingat gue). Pemandangannya juga cantik, ada gunung batu yang lumayan tinggi menjulang, sedikit berkabut, dan brrr...dingin. Kami sempat berhenti di sebuah toko kelontong untuk beli cemilan dan air minum. Untungnya ku dah bawa cemilan dari kota, jadi ga perlu beli lagi, kebayang kan harga makanan di kampung tengah hutan gini berapa harganya. Aku beranjak turun dari bis, penumpang yang cuma 12 orang itu pada turun juga. Semua pada stretching, kayak mo ikut senam aja hehe. Maklum aja, kebanyakan duduk tegang sepanjang perjalanan, buat otot jadi kaku semua.

Meskipun sejak lahir hidup di Kalimantan, aku masi suka heran sama kehidupan pedalaman, kerja apa ya mereka itu disini, terus jauh banget lagi kalo mo nyampe kesini, terus kalo sakit parah ga ada rumah sakit, terus ga da kantor pemerintah en sekolah, kalo mo ngurus KTP pegimane, terus kalo ada kawinan, masa mo nyewa tenda en perlengkapannya dari Berau. Halah, pokoknya banyak dah pertanyaan2 sejenis berkeliaran di otak gue. Yang kalo kata teman aku, "ngapain dipikirin si, mereka aja nyante2 aja". Yeeee ga penasaran kan ga belajar.

Aku lupa berapa tempat makan yang kita singgahi, tapi seingat ku ga da penumpang bus yang hobi kelaperan. Malah pernah kita kompak bilang, "jalan aja pak, ga usa mampir tempat makan. lebih cepat nyampe lebih bagus" Hehe. Bayangin aja dong, selama 3 hari entu kita kaga da yg mandi, kecuali si Rambo yang uda siap sedia mandi pake gayung keramatnya alias helm hitam bulat buluk.
Tiba makan siang, kita berhenti di sebuah rumah makan di sebuah kampung yang cantik dan dingin.

Aku tidak pernah tau kalo di Kalimantan ada tempat berkabut dan dingin seperti ini. Mengingatkanku kalo lagi di wilayah pegunungan pulau Jawa. Kontur di kampung ini yang berbukit-bukit dan ada sungai cukup besar di lembahnya sungguh asri. Sejenak aku berdiri diatas jembatan kokoh, mengamati derasnya arus sungai berwarna coklat dibawah sana, sambil ngantri toilet. Tu rumah makan sepertinya emang biasa dijadikan sebagai tempat persinggahan alat transportasi antar kota. Tempatnya cukup rame dan banyak mobil yang diparkir. Toilet juga disediakan dekat dengan tempat parkir dan lebih dari satu.

Pas giliran gue masuk toilet, pengen rasanya mandi, dah sakau 2 hari ga mandi ;P apalagi airnya seger banget. Tapi kalo inget-inget ada bejibun orang pada ngantri di depan pintu toilet, bisa di seret keluar paksa gue. Dah gitu mandinya gue kan setengah jam sendiri hehe.

Abis cuci muka en bersihin diri, gue langsung aja nyelonong masuk dapur rumah makan yang ada di sebelahnya. Abis tempat duduknya dah pada penuh, lagian di belakang langsung bisa milih-milih menu. Sambil ngelirik-lirik orang masak dan ngecek kebersihan dapur gitu dehh (taelaahhh kaya apa aje). Tapi setelah melakukan serangkaian investigasi kurang penting, ujung-ujungnya gue tetep aja milih menu andalan orang Indonesia dimanapun berada, nasi goreng! hehe.

Terus pas pesenan jadi, nah loh nasinya antik gitu. Nasinya kaku mirip-mirip sticky rice tapi pendek-pendek en kurus. Mo makannya kok imoeet banget yak. Ku tanya penjualnya, "Bu, ini beras apa ya?"
Jawabnya, "Beras lokal, kita nyebutnya si beras dayak".
Hah lokal?? Sepanjang perjalanan kesini kagak pernah sekalipun gue liat ijo-ijo sawah, nyempil di sebelah mana tu sawah. Ijo hutaaaannn semua. Nanamnya didalam-dalam hutan kali ya.
Abis makan, perjalanan lanjut!
Leganya setelah nemu tempat makan en toilet, rasanya kayak abis menang perang cuy hehe. Makanya banyak penumpang yang lanjut tidur begitu bis bergerak. Setelah tempat makan itu, daerah yang kami lalui agak berbeda, kiri kanan gak melulu hutan, banyak yang sudah menjadi lahan pertanian. Keliatan dari plang-plang bertuliskan kelompok tani dimana-mana, juga ada perkampungan-perkampungan kecil yang letaknya agak masuk ke dalam. Kalo diliat-liat si, mungkin mereka para transmigran dari program pemerintah. Tapi kurang tau juga ya mereka tanam apa, Nah yang keliatan dipermukaan cuma dedaunan gitu.


Kena ujan lagi nih jalan bakal longsor seluruhnya kayaknya


Selang beberapa jam bis bergerak meninggalkan tu tempat makan, bis berhenti lagi. Hari sudah malam dan gelap segelap-gelapnya, pertanda kita sudah masuk hutan lagi. Dari kejauhan aku sudah melihat kelap kelip lampu mobil, cukup banyak, dah kayak terminal aja. Semakin dekat aku menyadari, itu lampu-lampu truk yang lagi berjajar rapi di pinggir jalan. Mampus deh lu, firasat buruk nih!

Rambo lantas menghentikan bis di belakang salah satu truk, persis kayak ngantri BBM. Otomatis semua penumpang pada bangun dan celingukan, dimana coba ini. Aku langsung aja tanya Rambo yang disebelahku, "Kenapa nih?", ga mungkin kan da razia.
Rambo jawab, "bentar, ku cek dulu". Sebelum akhirnya dia turun dari bis dan menghilang entah kemana.

Pengen rasanya aku turun dari bis untuk meregangkan otot-otot kaki yang berjam-jam uda mati gaya. Tapi begitu ngelirik kiri kanan samping depan atas bawah, enggakkk deh! Gelapppp dimana-mana, ga da rumah satupun keliatannya, cuma ada cahaya lampu mobil berjejer dipinggir jalan. Terdengar suara serangga hutan dan binatang malam lainnya dari arah kegelapan. Hiiiiyyy serem!!

Ku lirik lagi penumpang yang lain uda pada mulai gelisah. Tengok kanan tengok kiri, yakin dahhh pikiran mereka sama kayak gue, di hutan sebelah mana coba kita terdampar. Aku tau mereka juga uda pada pegel kelamaan di bis, tapi sama males nya turun ke bawah, becek, lembab, gelap!

Aku masih sibuk meng-observasi keadaan sekitar, kalau kalau ada hantu lewat. Kebanyakan nonton film horror sih, terdampar di hutan antah berantah terus di uber2 hantu ga bisa pulang, halah! Tapi temenku justru baru bangun tidur, menyadari kita berhenti dan nanya kita da dimana. Pengen banget gue jawab, "mmm...masi di Kalimantan si belum nyampe Papua" hehe.

Tak lama Rambo pun kembali, memberikan pengumuman yang sebenarnya ga pengen kita denger, "Di depan ada tanjakan yang berbahaya, ga da mobil yang berani lewat karena hari sudah gelap. Jadi pilihannya kita tidur disini malam ini atau terus lanjut dengan resiko bahaya?".

Glek! Orang waras mana yang milih opsi kedua coba? Maka suka tidak suka, mau tidak mau, kita menghabiskan malam kedua di hutan laaaaagi. Padahal masih jam 7 malam, kita masih punya lebih dari 10 jam sebelum matahari nongol. Kan lumayan untuk memperpendek jarak ke Berau yang rasanya berabad-abad ga nyampe-nyampe ===> lebay deeehh.

Dengan segenap kepasrahan yang tersisa, akhirnya kita-kita mulai mencari posisi strategis buat tidur. Mini bus ini terlalu sempit buat bisa tidur selonjor, meskipun 1 deret kursi gue pake, setengah paha ke bawah tetep aja nggantung!

Yah apa daya lah, masi mending tidur di bis daripada diluar sono. Aku jadi penasaran, si Rambo mo tidur di deket kolong bis lagi ga ya. Brrr...dingin. Ku lirik jendela di sebelah kursi calon tempat tidurku, haduh ni jendela kaga ada kacanya lagi. Bolong long long. Kalo tengah malem ada yang tarik-tarik gimana coba. Kulirik lagi hutan gelap di sebelah sono.
1 menit...ga ada apa-apa.
2 menit....masi ga keliatan ada yang aneh.
Ok, kayaknya aman, ga da hantu usil sekitar sini, haha. Observasi ngasal!!
Ku lirik temanku yang kayaknya enjoy-enjoy aja, langsung nyambung tidurnya lagi. Dasar! Penumpang lain juga ga da yang cerewet kelaperan ato pengen ke toilet. Begitupula aku, berdoa semoga tidak pengen ke toilet setidaknya sepanjang malam ini. Toilet alam gitu loh!

Dan percaya ga percaya, gue ikutin saran orang-orang yang pernah bilang, "biar ga kepengen ke toilet, genggam aja batu". Terserah lu kalo mo ketawa ngakak, tapi kalo lu di posisi gue, wajar-wajar aja genggam tu batu buat antisipasi hehe ==> pembelaan!

Herannya ada 1 keluarga yang numpang bis ini, sepasang orang tua muda yang bawa batita umur 2 taon. Maknyaakkk, untungnya tu baby ga cerewet, nangis dan ini itu, malah dieeemmm banget. Gue cuma pernah denger rengekannya sekali, itupun karena gerah kepanasan. Maklum bis rock 'n roll, adanya cuma Angin Cendela. Jadi kalo si KOmo lagi lewat trus ngantrinya panjang, di dalam bis serasa sauna.  Bukannya gue takut keganggu karena berisiknya tu baby, tapi kesian, umur sgitu diajak jalan kek beginian.



Senja di perjalanan

Senja di perjalanan

Senja di perjalanan


From Part 1

Jadi sebelum tidur di malam yang dingin, lembap, gelap, dan sepi ini ===> kok kayak lagunya sapa gitu ya, ku lirik si ade kecil, kesian, pasti kedinginan, batinku. Tapi kayaknya dia nyaman-nyaman aja tidur di pelukan bapaknya. Terus ku beralih ngelirik temanku, huuhh dasar raja molor! Ku sadari, tanpa di beri aba2 apapun, semua penumpang uda pada serempak tidur! Keadaan jadi tambah sunyi, cuma gue aja yang masi celingukan, lirik sana lirik sini, ga punya pilihan laen selain tidur.

Bingung gimana caranya langsung tidur, gue ngebayangin aja indahnya pulau Derawan yang sebentar lagi akan didatangi, meskipun ga tau berapa abad lagi. Sambil sesekali mataku melongok ke arah kaca bolong, sapa tau suda ada tangan hantu usil yang siap-siap mo nyolek gue, kan keburu gue duluan yang nge-gep dia. Ntar gue bakal teriakin, "hayooo mo ngapaiinnn??!".haha ==> kayak gue berani aja.

Jadi inget tindakan konyol temen gue waktu di UKM kampus. Dia yang bodinya gede (bahkan genderuwo aja mikir 9x buat gangguin dia, lah wong mirip! haha) itu tuh takut ama yang namanya hantu. Padahal nih cowok perawakannya dah cocok banget jadi bodyguard Presiden, tapi ya kok ngacirrr juga kalo liat banci. Nah Waktu temanku ini balik ke UKM kampus malem-malem yang katanya cukup angker, dia sudah menyiapkan ancang-ancang untuk menghadapi hantu yang mungkin bakal usilin dia. Jadi waktu dia mau melewati rimbunan semak pohon rindang di bawah tangga yang gelap, dia lancarkan aja aksinya dengan meloncat ke kiri dan teriak, "Bbbbaaaaaaaa!!!" ke arah rimbunan gelap itu. Niatnya sih, dia mo ngagetin tu hantu duluan sebelum hantunya ngagetin dia. Bwahahahhahhaa.

Inget itu aku jadi ketawa-ketawa sendiri mo tidur. Ngebayangin muka temen gue yang segede bodyguard lagi ngagetin hantu. Toh kalopun emang tu hantu lagi nongkrong di rerimbunan entu, gue jamin tu hantu bakal kena serangan jantung gara2 liat ekspresi die! bwaahaahhahaa.

Bukannya tidur, mikir itu gue malah ngakak sendiri, sampe kursi tidur gue terguncang-guncang. Khawatir ganggu penumpang laen, gue bangun, celingukan lagi, tapi semuanya pada diem aja. Ya udah! Gue lanjut mikir yang lucu-lucu sampe akhirnya ketiduran.

Keesokan paginya, gue kebangun gara-gara dingin. Apalagi udara luar bebas aja keluar masuk lewat jendela bolong di sebelah gue. Gue bangun dari posisi tidur yang kayak bayi dalam kandungan, iya, yang posisi kaki didekatkan ke dada, sangking dinginnya. Haduuuuhhh baru kerasa pegelnya. Abis celingukan sebentar, gue turun dari bis.

Gue ga nemu Rambo yang biasa tidur di kolong bis, kemana ya dia. Gue hirup udara pagi yang segeeeeeerrr banget banyak-banyak, berharap bisa gue simpen di daLam tas buat dibawa ke kota. Pemandangan hutan sekitar ternyata cantik juga kalo terang. Apalagi ditambah kabut. Warna hutan yang hijau sangat kontras dengan putihnya kabut. Eksotis. Pengen rasanya gue naik bis ambil kamera, tapi kok, pengen pipis, mampus dah lu.

Gue buru-buru aja balik ke bis en duduk diam sambil megang batu. hahaha. Ogah ah pipis di semak-semak. Nah cowok mah enak aja, cewek kan rempong. Mana banyak banget lagi sopir truk berkeliaran dimana-mana. Untungnya si Rambo cepat kembali ga tau darimana. Dan perjalanan pun dilanjutkan.

Ternyata tanjakan yang dimaksud cukup menyeramkan kalo dilewati. Jalanannya sih uda dikasi batu kerikil, tapi ya kok kalo dilalui bisa kayak terbang gitu tuh bis. Sampe-sampe untuk melalui tanjakan berbahaya ini, jalan lebar yang ditujukan untuk 2 jalur, harus ngantri sama mobil yang dari arah berlawanan, karena cuma boleh satu per satu mobil yang lewat. Kebayang dong kalo malem-malem gelap gulita ngelewatin tanjakan itu. Pantesan aja ga da truk yang berani lewat.

Perjalanan selanjutnya, jalanan sudah lebih bagus, dengan kanan kiri jurang dan perbukitan. Pemandangan juga cantik, kabut bertebaran di seantero hutan, cantik bener diliat dari ketinggian. Andai bisa berhenti sbentar buat poto-poto hufffttt. Sebelnya lagi, karena tadi malem aku pindah kursi agak belakang lantaran mo tidur, paginya kursi PW-ku di bis direbut sama om-om. Bete deh jadi ga bisa poto-poto pemandangan dari arah depan. Liat aja noh, tu bayangan om gede ikut ke poto deh gara-gara mo poto kabut dan jalanan di depan.



Baru tau Kalimantan bisa adem gini

Om! Geser dong!


Semakin mendekati Berau alias Tanjung Redeb, sudah terlihat rumah-rumah dipinggir jalan, meskipun dikiiitt. Tapi tetep masi banyak jalan longsor. Dag dig dug juga waktu ngelewatin tanah longsor yang bukitnya menjulang di sebelah kiri. Sebagian longsorannya yang berupa lempung keoren-orenan sudah memenuhi setengah badan jalan. Sambil ngelirik ke atas bukit, gue membatin, bener-bener bis kita bakal tenggelam kalo tiba-tiba ni bukit longsor lagi.

Perlahan-lahan, jalan tanah sudah berganti dengan aspal. Rumah-rumah sudah mulai terlihat banyak di pinggir jalan. Liat kehidupan yang lebih ramai, liat aspal, liat motor, serasa menemukan peradaban setelah berabad-abad terdampar di hutan. haha, lebay.

Then, pas tengah hari kami tiba di sebuah bangunan baru yang cukup besar dan luas tapi sepi melompong. Tempat apaan ya ini. Masa iya pekuburan. Mini bis pun berhenti di parkirannya. Dengan bloon-nya gue malah tanya, "tempat apa ya ini?". Rambo jawab, "Loh ya ini Terminal Berau!"
Hah?? Kita sudah sampe ya?!
Horeeeee!!!
Rasanya pengen gue sujud syukur saat itu juga :p

Setelah turun dari bis yang rock'n roll itu, pengen rasanya gue bilang terimakasih ma tuh bis. Bagaimanapun, tu bis yang berjuang ngelewatin jalanan-jalanan ancur penuh lumpur idup, lubang buaya, juga longsoran. Sekaligus jadi hotel kita selama 3 hari 2 malam (haduh lebay lagi deh). Tapi rasanya cukup gue sampaikan rasa terimakasih itu kepada si Rambo. Semoga si rambo bisa rawat tu bis baik-baik. Amiiinn.


Gapura khas Kalimantan

Perjalanan panjaaaaanng


Tapi setelah kita masuk ke terminal, siiiiinnngggg...krik...krik, nih terminal sepi sesepi-sepinya. Sumpah gue kaga ada liat angkutan sama sekali nongkrong disini, orang yang berseliweran juga bisa diitung pake jari. Helllooo, anybody homee???

Tiba-tiba ada seorang bapak mendatangi kita, ngeliatin kita dari ujung kaki ke ujung rambut. Antara dikira hantu, ato tampang kita yang kucel banget 3 hari belum mandi hehe. Hampir aja ku kira tu orang penjaga kuburan. Tu bapak lantas tanya kita mau kemana. Kita jawab aja, mau ke Tanjung Batu. Akhirnya setelah deal harga, kita disuruh tunggu di tempat kita berdiri, terus dia telpon seseorang buat ngejemput kita disini. Kayak taxi aja ya, emang iya, namanya taxi kijang. Bisa dibuat private, bisa juga rame2 biar ongkos lebih murah. Kita sii pake yang keroyokan dong.

Sambil nunggu, kita ngibrit nyari toilet. Setelah membersihkan tubuh biar keliatan ga kucel-kucel amat, ibu-ibu pembersih toilet tanya, "darimana?"
Aku ==> "Samarinda bu"
Ibu penjaga ==> "Ooo Berapa hari?"
Aku & temen ==> "3 hari bu" sambil pasang muka melas kecapekan, padahal kerjaan cuma duduk doang.
Ibu penjaga ==> "Ooo cepet dong, kapan hari sampe seminggu"
Aku & teman ==> Glek!! Kecele' kacang ijo.

Waktu akhirnya si taxi kijang nongol (meskipun mobilnya merk xenia, tetep aja disebut taxi kijang, hebat bener nih tim promo-nya mobil kijang), kita dah ga peduli lagi meskipun kursinya sempiiitt banget, masa kursi tengah dibuat 4 org gede-gede, yaaaa gue-nya agak kejepit. Tapi masa bodo'lah, cuma 2jam-an ini, setelah itu kan tiba di PULAU IMPIAANNNN!!!

Perjalanan dari Berau ke Tanjung Batu memaksa kita liat pemandangan ijo-ijo hutan lagi. Tapi ga selebat sebelumnya, dan lagi tanahnya antik, seperti dibeberapa lokasi hutan di Kalimantan, ada yang memiliki tanah pasir putih. Jadi yaaa hutan berpasir putih. Ini salah satu yang ku suka dari Kalimantan, unik!

Perjalanan 2 jam sama sekali tidak terasa untuk ku yang hobi melihat pemandangan luar, meskipun sempat hujan lebat selama perjalanan, di Tanjung Batu hujan sudah reda. Pemandangan segar habis hujan tampak lebih menyenangkan disana. Lokasi penyebrangan di Tanjung Batu kecil aja, tapi fasilitas cukup memadai. Ada hotel kecil, ada tempat makan, ada ruang tunggu, toilet, dan yang pasti banyak speedboat keren-keren. Sekalipun aku ga pernah liat speedboat buruk rupa disono, kecuali kapal kelotok nelayan.

Karena hari itu bukan weekend, maka tidak ada calon penumpang laen selaen kita bedua. Si driver speedboat nawarin kita untuk sewa boat 300rb sekali jalan. Tapi akunya ogah, mending duduk-duduk dulu di ruang tunggu sambil nunggu penumpang laen. Toh hari masih belum terlalu sore.

Baru juga duduk ga nyampe 5 menit, tu boat driver manggil kita dan setuju dengan harga normal yaitu 50rb per orang!! Hihi kita sungguh beruntung, ternyata tu driver harus ke pulau Derawan untuk ngejemput tamu. Yaaa kalo dipikir-pikir daripada dia ngangkut kosongan kan, mending dapet 100rb dari kita bedua, hehe.

Jadilah kita bedua sewa tu boat dengan harga 100rb ke Derawan dari Tanjung Batu. Akunya udah kayak orang norak gitu, heppppppyyyy banget sampe-sampe ga duduk dijok tapi di sandaran jok kursinya boat, biar lebih tinggi gitu, pemandangannya kan lebih asoy.

Dan begitu tiba di Pulau Derawan, tidak ada kata lain selain ekspresi takjub. Gue akui kalo pada saat itu gw norak abis. Gimana ga norak melihat jernihnya air, putihnya pasir, dan penyu hijau yang berseliweran bebas. Ahhhhh indahnya surga, indahnya Derawan. Sirna sudah keletihan selama berhari-hari di perjalanan. Memang ya, yang namanya ke surga itu sussssaaaahhh.

Rute Perjalanan ke Pulau Derawan




Ahhh indahnya surga...








Menuju Goa purbakala di Ramang-ramang, Sulsel

1 comments
Ada tiga tempat wisata terkenal di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan yaitu Ramang-ramang, Leang-Leang dan Taman Nasional Bantimurung. Kebanyakan orang-orang si taunya Taman Nasional Bantimurung, sebagian juga tau Leang-leang, tapi kalo ditanya soal Ramang-ramang kebanyakan bilang, "dimana tuh".

Kalo TN Bantimurung terkenal dengan wisata kupu-kupu dan air terjunnya *ada gua juga sih, nah kalo Leang-leang dan Ramang-ramang dikenal dengan batuan karst-nya serta wisata gua manusia purba nya. Karena ada cap tangan mereka gitu deehhh.

Ga heran di daerah Maros ini banyak sekali gua, karena memiliki banyak tebing yang menjulang. Landscape seperti ini mengingatkan aku pada landscape daerah Krabi di Thailand. Tapi ternyata landscape di Maros jauh lebih keren dan sarat dengan peninggalan zaman purbakala.


Landscape Maros, Indonesia (sumber : photo pribadi)
Landscape Krabi, Thailand (sumber : photo pribadi)

Landscape Maros, Indonesia (sumber : photo pribadi)


Beruntung gue punya temen di Makasar yang baek banget nganterin ke tempat-tempat ini. Jadi jangan tanya gue naik angkot apaan ke tempat-tempat ini yah. Tapi kalo gue rasa akan lebih mudah kalo kalian menyewa motor dari makassar. Kalo soal jalannya lewat mana, banyak-banyaklah bertanya pada penduduk setempat. Lah wong teman aku yang tinggal di makasar juga masih tanya-tanya kok di jalan hehe.

Rute yang kami lewati adalah Makassar->Ramang-ramang->Leang-leang->TN Bantimurung->Makasar.



Batuan karst ditengah sawah eh salah, sawah yang ada di antara batuan karst :p (sumber : photo pribadi)

(sumber : photo pribadi)


Diantara Ramang-ramang, Leang-leang *heran gue kenapa nama daerahnya suka pake kata berulang*, dan Bantimurung, Ramang-ramang lah yang daerahnya masi kurang terjamah. Tapi sebenernya justru lebih keren sih, lebih alami, lebih adventurer dan yang paling penting neh yang kurang terjamah itu masuknya gratis! Haha. Tapi yaaaaa itu maen blusukan. Masih mending kalo blusukan ada petunjuk jalannya, kalo yang ini dibutuhkan skill onggoh inggih alias tanya sana tanya sini :p

Beruntungnya orang-orang ini paham bahasa Indonesia, jadi ga masalah lah kalo buta bahasa lokal. Paling-paling kalo ga ngerti bahasanya yaaaa mentok pake bahasa tarzan.

Setauku ada 2 alternatif untuk menyusuri daerah ramang-ramang ini. Yang pertama menyewa perahu penduduk setempat menyusuri rawa. Dan yang kedua, jalan kaki laaahhh.


Rumah adat Sulawesi dengan background bantuan karst (sumber : photo pribadi)


(sumber : photo pribadi)



(sumber : photo pribadi)



Semua alternatif punya daya tarik sendiri-sendiri. Tapi jika dirimu niat berhemat, dibanding sewa perahu yang nyampe seratusan ribu mending jalan kaki, gratis. Kalo gue sih, mending memanfaatkan kaki.

Karena tempatnya yang blusukan, ngikuti jalan setapak yang terkadang menyesatkan juga *lah wong bercabang-cabang, ngelewati rawa-rawa butek yang haduuuhh serem banget *takut aja lintah super gede nemplok di kaki gue ato ada buaya! Apalagi airnya lumayan tinggi hampir-hampir setengah betis lah kalo airnya lagi pasang. Sesuai apa kate orang lokal sono air rawa surut waktu masi pagi, agak siangan uda naek aja tu aer ngerendem jalan setapak. Kalo bukan orang lokal, mana kita tau kalo tu genangan air adalah jalan setapak tadinya. Mana rawa nya tenang, sunyi, seram gitu dah. Hiyyyy.


(sumber : photo pribadi)


(sumber : photo pribadi)


(sumber : photo pribadi)


Jadi kalo kata gue, usahakan kalo maen kesono jangan sendirian yee. Minimal adalah satu orang teman. Ato minta temenin penduduk lokal aja ntar baliknya kasi ongkos terimakasih gitu. Orang-orangnya baek-baek kok. Kita aja ditemenin ama beberapa anak kecil yang disuruh bapaknya. Mungkin tu bapak kesian liat kita bedua yang kayak orang ilang blusukan disawah2 ma rawa2 hehe.

Tapi buseettt, tu anak-anak kecil yang ceritanye nge guide kita cepet banget ilangnye dah kayak tuyul. Gue sering banget ketinggalan di belakang. Karena copot sandal, jadi ati2 banget ngelangkah di rawa2 yang tanahnya lembek tapi ditaburi ama batu2 tajem en licin, ogah dah kalo gue kecebur disini.

(sumber : photo pribadi)

(sumber : photo pribadi)



Jalan setapak sebelum air rawa pasang (sumber : photo pribadi)


Berulang kali temanku teriak-teriak manggilin tu bocah-bocah, "Woiiiii tungguin woiii" ato "Woiii kalian dimanaaaa, lewat manaaaaaa". Haha gue ga tau apa emang karena power anak kecil lebih gesit dan lincah dibanding kita yang setengah mateng, ato emang tu anak-anak lokal terlatih blusukan tiap hari di rawa-rawa. Emang si langkah-langkahnya lebih mini, tapi kalo setengah lari gitu, ngosh-ngoshan juga ngikutinnya. Padahal kan gue juga butuh sightseeing bentar jepret sana jepret sini, secara pemandangannya TOP gitu loh. Kita kan turis haha.

Landscapenya apik. Dikelilingi oleh tebing-tebing yang tertutupi dedaunan hijau menjulang tinggi. Dan ditengah-tengah lembahnya berisi padang sawah yang cukup luas *padang sawah??lu kate padang pasir haha,bukan cuma pasir aja kan yang boleh pake kata 'padang'. Pokoknya keren deh, ternyata memang ada pemandangan indah tersembunyi dibalik tebing-tebing tinggi ini. Selain kemistisannya tentunya haha. Ga tau kenapa berada di area ini, berasa ada aura-aura gimanaaaaa gitu. Tapi selama kita tidak melakukan hal yang buruk dan memiliki tujuan baik, semua pasti lancar-lancar jaya, ya kan hehe.

(sumber : photo pribadi)

(sumber : photo pribadi)

Tekstur di bawah tebing (sumber : photo pribadi)


Dan yang uniknya lagi, bagian bawah tebing-tebing ini memiliki tekstur seperti tebing dan karang di laut maupun tepi pantai. Memang ada pendapat peneliti yang mengatakan bahwa dulunya tebing-tebing ini terletak didalam laut maupun pinggir pantai. Sedangkan zaman sekarang ini laut terletak lumayan jauh dari lokasi ini. Peneliti beranggapan bahwa kemungkinan perubahan iklim yang menyebabkan garis pantai  menjauh. Tapi untuk pernyataan ini masih perlu dilakukan penelitian lebih jauh lagi. Aku langsung membayangkan jika benar dahulu daerah ini terendam air laut, pasti landscapenya seindah Phi phi island di Thailand yang memiliki tebing-tebing mencuat bertebaran di lepas pantainya.



Maros, Indonesia (sumber : photo pribadi)


Sawah diantara tebing (sumber : photo pribadi)


Mungkin kalo dulu Maros kerendam laut mirip seperti Phi phi island ya (sumber : photo pribadi)
Landscape Phi phi island, Thailand (sumber : photo pribadi)


Selain itu, ada cukup banyak petani pada saat kami lewat di lembah itu. Pastilah penampilan kita yang sok turis banget ini menarik perhatian mereka. Tapi kalo kita tersenyum dan menyapa, mereka akan balas tersenyum bahkan memberitahu berapa jauh lagi jarak menuju gua tersembunyi yang kita cari itu.

Tapi baru aja beramah tamah ma para petani, waktu noleh ke depan *noleh itu seharusnya ke depan ato belakang sih* lah tu bocah-bocah dah pada ilang aja. Aduuhhh, padahal kan gue masi pengen berleha-leha di lembah cantik ini. Setelah pamitan ma petani kita langsung ngibrit menuju jalan setapak yang semakin kecil. Sambil teriak-teriak gitu, sapa tau aja kita salah jalan.



 (sumber : photo pribadi)

Blusukan di rawa-rawa  (sumber : photo pribadi)

 (sumber : photo pribadi)


Ternyata oh ternyata gua yang dimaksud berada pada sisi tebing yang agak tinggi. Jadi nanjak agak curam gitu. Kalo di Leang-leang gua-nya sudah difasilitasi sama tangga besi buat naik keatas. Kalo yang ini yaaaa apa adanya, masi untung ada patok bertuliskan nama gua-nya disitu.

Ada beberapa gambar telapak tangan di gua itu, kalo ku ingat-ingat si ada 2 gambar tangan. Ada juga jalan masuk ke dalam gua, tapi ga ada yang berani masuk haha. Ya iyalah, lah wong 2 bocah penduduk lokal itu aja ga berani masuk, apalagi kita. Jadi kita cuma leha-leha sambil istirahat di teras gua. Karena kita bedua dah cukup keringatan ngejar tu bocah-bocah.



Woiii dek, tunnngguuuuuu (sumber : photo pribadi)

Diatas sono noh gua purbakala-nya (sumber : photo pribadi)

Hosh hosh....tu anak 2 cepet amat sih (sumber : photo pribadi)


Tapi mau lama-lama di teras gua itupun mikir-mikir. Abis kayaknya tu gua dibuat kandang kambing, banyak choco chip betebaran disitu dengan aroma khas yang menyengat. heleh heleh.

Setelah beristirahat sebentar, kamipun melanjutkan perjalanan kembali ke tempat dimana motor yang tadi kita pake terparkir. Begitu melanjutkan perjalanan, tu bocah 2 semakin kenceng aja ngibritnya. Bahkan kita uda ga bisa ngejar lagi, padahal mau kasi duit jajan sebagai ungkapan terimakasih udah dianterin. Ya sudahlah, semoga kebaikan mereka dibalas berlipat ganda oleh Tuhan. Amin.



Goa Telapak Tangan, Ramang-ramang (sumber : photo pribadi)

Cap telapak tangan manusia purbakala (sumber : photo pribadi)

Yang gue heran kok kayaknya tangannya kecil amat yak, tu tangan bapak2 pa anak2 (sumber : photo pribadi)


Setelah darisitu kami lanjutkan perjalanan ke Leang-leang.

Tips kemari :
* Datanglah pagi hari ke daerah Maros, tepat dijalan masuk menuju desa Ramang-ramang kita bisa melihat kabut tipis yang masi bergelayut indah dipucuk-pucuk tebing. Dan lebih indah lagi ketika matahari pagi beranjak naik menyinari tebing-tebing berkabut ini.
* Lebih baik untuk menggunakan motor kemari. Karena Maros memeiliki pemandangan indah tebing dan batuan karst purbakala. Selain lebih fleksibel  karena jalannya yang agak blusukan, lebih mudah berhenti-berhenti untuk mengambil gambar.
* Pakirkan motor ke tempat yang aman. Atau bisa dititipkan ke warung terdekat, mengingat daerahnya cukup sepi.
* Pakai pakaian dan sandal yang nyaman. Karena bakal ngelewatin genangan air rawa.
* Selalu sedia air minum, karena daerahnya cukup panas, agar tidak dehidrasi.
* Sediakan uang pecahan untuk bayar parkir motor (jika dititipkan di rumah/warung terdekat) dan bayar duit terimakasih jika di guide penduduk lokal ke gua.


Enjoy your travel!





 

Followers